Jelajah Candi-Candi di Angkor Wat

Candi Chao Tsay Taveda di Banteay Srey

JELAJAH candi-candi di Angkor Wat ini merupakan buah perjalanan di Kamboja, Oktober 2018 lalu.

(Baca ini juga: Touching Cambodia from Siem Reap )

Perjalanan ke Kamboja ini sudah saya rencanakan awal Januari lalu. Baru terealisasi di minggu keempat di Oktober. Oktober selalu menjadi bulan spesial dimana saya selalu menghadiahi diri lewat sebuah perjalanan setiap tahunnya. Awalnya, saya membeli tiket penerbangan dari Kuala Lumpur ke Pnom Penh. Tapi akhirnya mendekati jadwal keberangkatan, rencana berubah. Saya mengganti penerbangan. Tiket keberangkatan tujuan Pnom Penh jadinya hangus. Beli tiket baru langsung menuju Siem Reap.

Ya, saya ingin mengunjungi Angkor Wat yang selalu menjadi destinasi wisata utama Kamboja. Angkor Wat sendiri, merupakan situs budaya dunia pertama yang ditetapkan UNESCO di Kamboja sejak November 1991 lalu. Angkor Wat merupakan Bahasa Khmer, bahasa resmi Kamboja. Dalam Bahasa Indonesia, artinya Kota Candi.

Penerbangan dari Kuala Lumpur ke Siem Reap membutuhkan waktu 1 jam 45 menit.  Bandara Internasional Siem Reap ini sangat kecil dibandingkan bandara-bandara domestik Indonesia di masing-masing provinsi. Namun, sejak para arkeolog menemukan ragam candi di kawasan ini, bandara ini menjadi bandara paling ramai dikunjungi di Kamboja, mengalahkan Cambodia Airport di Pnom Penh. Lebih dari 2 juta wisatawan mengunjunginya setiap tahunnya.

angkor wat, cambodia, catatan traveler,
Salah satu puncak Candi Angkor Thom.
Dari bandara Siem Reap, saya menyewa tuktuk, kendaraan sejenis becak motor milik Yan. Saya membayarnya 15 Dolar AS untuk satu hari. Dialah yang membawaku mengunjungi Angkor Wat yang jaraknya sekitar 5,5 km dari bandara.

Memasuki Angkor Wat, para pengunjung wajib membeli tiket dari museum nasional di pusat kota. Ada tiga pilihan harga tiket. USD 37 per hari, dan USD 62 untuk tiket masuk dua maupun tiga hari. Saya membeli tiket masuk untuk sehari.

Setelah membeli tiket, tuktuk pun membawa saya ke Angkor Wat. Kawasan ini sangat luas. Tidak sanggup dilalui dengan jalan kaki.  Harus menggunakan tuktuk, atau merental mobil kalau ingin menjelajah seluruh candinya.

Candi Angkor Wat di pagi hari, sesaat usai sunrise.
Perjalananku dimulai dengan mengunjungi Angkor Wat. Candi ini menjadi kebanggaan Kamboja, yang bahkan tersemat dalam bendera kebangsaannya. Ini candi terbesar di dunia. Kawasannya sangat luas. Dibutuhkan ingatan yang jelas apabila mengunjungi masing-masing sudut candinya. Kalau tidak, Anda bakal tersesat seperti saya. Saya masuk dari pintu utama dan harus melewati sungai. Nah pas mau keluar, bisa-bisanya malah keluar dari pintu utara. Kalau sudah begitu, untuk kembali ke pintu utama, jaraknya sekitar 4 km. Dibutuhkan jalan kaki sekitar 45 menit. Dan akhirnya, saya terpaksa naik tuktuk lagi dan bayar KRL 6.000 (sekitar USD 1,5) kembali ke pintu utama. Karena di sanalah saya janjian dengan Yan untuk membawaku ke candi-candi lainnya sesudah dari Angkor Wat.

Candi ini berada paling selatan diantara candi-candi lainnya. Awalnya, berdasarkan penemuan arkeologi, rintisan pembangunan candi ini dimulai pada abad ke 12 Masehi di masa Pemerintahan Raja Suryawarman II. Candi ini memiliki lima menara dengan menara paling tinggi ada di bagian tengah untuk memuliakan Dewa Wisnu. Candi ini merupakan tempat pemujaan raja sekaligus rumah dan pusat pemerintahan kerajaan Hindu di Khmer pada masa itu. Masing-masing dinding candi ini memiliki ukiran-ukiran mengenai nirwana dan neraka. Juga mengenai apsara, para perempuan penari khusus raja, serta gambaran peperangan saat bangsa Champa menyerang bangsa Khmer.

Masing-masing ruang di candi ini, sudah menunjukkan peradaban masa lampau di kawasan ini sudah tinggi. Sudah dilengkapi dua perpustakaan yang terpisah dari bangunan utama, serta jembatan khusus masuk yang diukir dengan ular dengan kepala bercabang lima, bahkan toilet, pembuangan akhir ada di tiap sudut ruangnya.

angkor wat, cambodia, catatan traveler,
Relief penari Apsara.
"Kamu tahu, belum semua prasasti ditemukan di situs ini. Awalnya, candi ini dibangun untuk kerajaan Hindu di Kamboja, tapi setelah tahun 1150, berubah menjadi candi Budha Theravada," ujar Tom, Tour Guide yang disediakan Dinas Pariwisata Kerajaan Kamboja untuk para turis. Saya membayarnya USD 8 untuk mendampingiku selama dua jam mengelilingi satu candi ini ini.

Dilihat dari bentuknya, candi Angkor Wat atau yang oleh warga Kamboja menyebutnya sebagai Preah Pisnu-Lok atau Candi Wisnu Yang Agung, ada kemiripan dengan bentuk bangunan Candi Borobudur di Jawa Tengah. Ajaran Budha di sini juga sama dengan ajaran Budha di Borobudur. _Lalu saya membayangkan kalau ada kesamaan, kalau saat napak tilas begitu, bagaimana cara mereka dahulu saling mengunjungi? Secara jauh banget gitu loh kalau jalan kaki. iya kan?_

Saat saya mengunjungi candi ini, beberapa sudut candi sedang mengalami perbaikan yang ditangani langsung kontraktor dari Prancis. "Harus hati-hati. Batu-batu dari candi sudah rapuh. Bahkan banyak yang hilang. Saat rezim Polpot, relief-relief dan juga situs dari Siem Reap hingga candi dari Provinsi Takeo banyak yang hilang. Dijarah," jelas Tom.



Selain mengunjungi Angkor Wat, saya juga mengunjungi candi Angkor Thom, Bayon, dan Takeo. Saat Angkor Wat hancur, Angkor Thom inilah yang menjadi kerajaan baru di kawasan Bayon oleh raja baru setelah Suryawarman II, yakni Jayawarman VII. Lokasinya sekitar tujuh kilometer di kawasan utara Angkor Wat. Di candi ini, banyak runtuhan. Patung Budha yang terdiri dari beberapa batu raksasa tak lagi utuh.

Dari sana, saya pun melanjutkan perjalanan ke kawasan Banteay Srey. Ini kawasan terjauh di wilayah Angkor Wat. Namun, sebelum menuju Banteay Srei dan Banteay Kdai, saya terlebih dahulu menuju Ta Phrom. Candi yang keseluruhannya sudah menyatu dengan akar-akar pohon berusia 800-an tahun. Candi ini sangat jauh dari kawasan Angkor Wat. Masuk ke tengah hutan yang lebat. Menjadi terkenal, karena menjadi lokasi syuting film Tomb Raider yang diperankan Angelina Jolie pada 2001 lalu.

angkor wat, cambodia, catatan traveler,
Salah satu sudut Ta Phrom di belakang candi.
angkor wat, cambodia, catatan traveler,
Ta Phrom.
Di pintu masuk Ta Phrom ini, di tengah hutan, ada sekelompok bapak-bapak yang memainkan alat musik khas Kamboja. Mereka semua cacat. Ternyata, mereka adalah para korban bom yang selamat saat rezim Polpot berkuasa.

Sempat mengabadikan mereka lewat foto dan video, saya pun melanjutkan perjalanan memasuki Ta Phrom. Candi ini sangat mistik dan masih banyak ruang-ruang gelap. Meski begitu, ribuan turis mengunjunginya setiap hari.

Saat saya ke sana itu, ratusan turis asal Tiongkok sedang berkunjung. Ribut? jelas saja. Salut sama tour guide-nya yang sabar banget menghadapi mereka.

angkor wat, cambodia, catatan traveler,
Peramal di Bayon temple.
Usai jelajah dari lokasi syuting salah satu filmnya tante Angelina Jolie ini, saya pun melanjutkan perjalanan ke Banteay Srey. Banteay Srey ini, di pintu masuknya ada danau yang ditembok. Konon katanya, danau ini menjadi tempat pemandian para raja-raja yang masih bertahan hingga sekarang. Berjalan 800 meter ke seberangnya, terpaparlah Banteay Kdai. Di candi ini, banyak reruntuhan-reruntuhan dan kolam-kolam kecil yang sudah ditumbuhi aneka tumbuhan hijau. Menyusuri lanskapnya, lagi-lagi saya takjub. Ternyata, masing-masing peradaban di dunia ini punya kemegahannya sendiri.

Dan aku,
Jatuh cinta pada lanskap...
Alam yang mencipta kultur...
Peninggalannya abadi.
Bukti Sang Maha memberitahu,
Bahwa peradaban punya fase-fasenya sendiri.
Punya kemegahannya sendiri.
Punya ceritanya sendiri.
Kelak menjadi sejarah,
Yang dikagumi di masa kini,
Hingga masa mendatang. (Chya's Poem, Oktober 2018)

Jelajah terakhir saat itu, saya mengunjungi Kravan dan ditutup dengan menikmati matahari terbenam di puncak Phumi Srah Srang. Namun, waktu masih menunjukkan pukul 17.15 CT. Matahari belum sepenuhnya terbenam. Turis belum terlalu ramai di puncak. Dengan berhati-hati, saya menaiki tangga yang laluannya sangat kecil menuju puncak. Dari puncak, candi-candi ini tampak malu-malu mengintip di tengah hutan yang lebat.

angkor wat, cambodia, catatan traveler,
Pumi Srah Srang.
Dari atas Srah Srang, Siem Reap itu, selain hutan banyak juga rawa-rawa. Saya jadi teringat buku seorang korban penyiksaan kekejaman Khmer, Chanrity Him di bukunya When Broken Glass Floats. Chanrity menceritakan, betapa Khmer telah mengobrak-abrik keutuhan keluarganya. Ayahnya disuruh ikut berperang melawan Vietchong, ibunya dan adiknya mati kelaparan, sementara ia dan kakaknya dibawa ke Batambang dari desa kelahirannya di Provinsi Takeo, kawasan candi ini. Dia dijadikan buruh kasar tanpa dibayar oleh para tentara Khmer. Kakaknya yang mahasiswa, pamannya yang seorang pilot, oleh pemerintah ditawan sebelum dibunuh. Dalam penyiksaan, mereka dalam perjalanan, melewati hutan, dan rawa-rawa.  Mengingat cerita itu, saya membayangkan betapa menderitanya mereka melewati rawa-rawa itu.

Setelah membaca buku Chanrity ini di 2013 lalu, saya sempat berkomunikasi dengannya via messenger Twitter. Tante Chanrity ini sekarang bermukim di Oregon. Menjadi korban keganasan Khmer, dia tak pernah melupakan masa lalunya, mengingat wajah ibunya, dan bagaimana ia bebas setelah pelarian dari tentara Khmer. Melewati hutan dan rawa-rawa.

angkor wat, cambodia, catatan traveler,
Para pengejar sunset di puncak Pumi Srah Srang.
Sudah pukul 18.00, tapi matahari tak kunjung memancarkan sinar terakhirnya dengan megah. Dia tenggelam begitu saja diantara bayang-bayang hutan di kejauhan. Ratusan turis yang rata-rata dari daratan Eropa pun kecewa dan memilih turun sebelum gelap datang. Saya pun demikian, ikut turun dan memilih segera menuju penginapan di kawasan Pub Street yang ramai. Ingin segera membasuh diri, kulineran, dan istirahat. Cukuplah mabuk candi sehari itu saja. Tapi tetap puas sih. ***
Angkor wat, Cambodia, catatan traveler
Bonus: Yang nulis di Angkor Thom.

Angkor wat, Cambodia, catatan traveler,
Bonus lagi: Yang nulis di Ta Phrom. Wajah kakak ini merah kaya kepiting rebus. Betapa tidak, saat jelajah candi itu, cuacanya panas banget.

17 comments :

  1. Jadi kangen ama Banteay Srey. Kompleks candi itu cantik banget!

    ReplyDelete
  2. Melihat megahnya candi-candi di Angkor Wat ini, mencerminkan peradaban masa lalu yang sudah hebat ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nur Rochma,
      Iya benar.. masing-masing peradaban punya kehebatannya tersendiri.

      Terimakasih sudah berkunjung mbak. Salam :)

      Delete
  3. Dari jauh agak mirip sama candi Prambanan ya mbak (liat foto yang after sunrise hihi) *efekabisdariPrambanan 🤭

    ReplyDelete
    Replies
    1. Istiana Sutanti

      Iya benar. Ternyata lebih mirip Prambanan yak.. hehe

      Terimakasih sudah berkunjung ya :)

      Delete
  4. Indahnya candi2 ini ya.. Trims ya sudah membuatku merasa ikut ke sana langsung.. ☺️

    ReplyDelete
  5. Wuih, udah $37 harga tiketnya. Aku dulu cuma $20 aja udah berasa mahal banget.

    ReplyDelete
  6. Nggak heran lah ya bakal mabuk candi di tempat seindah ini. betapa agungnya peradaban masa lalu agama Hindu maupun Buddha yang sampai sekarang relief-relief nya masih bisa kita nikmati. entah mengapa menurutku Angkor wat ini tidak mirip Borobudur tapi malah Prambanan. Mungkin karena belum pernah datang ke sana kali ya 😁

    ReplyDelete
  7. Seru banget ya jelajah Angkor Wat.
    Kenapa baru ditulis kak? Aku sebelum ke Angkor Wat nyari-nyari referensi blog Indonesia yang nulis tentang Angkor Temple sedikit banget.

    ReplyDelete
  8. Sampai sekarang belum kesampean nih ke sini. Untuk melengkapi Borobudur, kayaknya perlu banget ke sini :)



    Dan memang sedari dul Kamboja itu belum "sebebas" Indonesia kan dalam berekspresi? Meskipun masa Khmer sudah berakhir dan digantikan dengan pemerintahan yang sekarang?

    ReplyDelete
  9. Ada sudut-sudut candi yang mirip di Borobudur dan Prambanan, ya? Tapi ada juga foto yang looks spooky, bangunan candi yang deket batang pohon besar itu hehehe.
    Duh, kapan ya aku bisa ke Angkor Wat #ngayal

    ReplyDelete
  10. Menarik juga melihat kesamaan dgn Borobudur. Kebayang dulu penyebaran agam Budha luas sekali. Apalagi jaman itu belum ada pesawat

    ReplyDelete
  11. Candinya indah ya, membayangkan ratusan tahun lalu gimana kehidupan disekitar candi. Trenyuh baca kisah hidup Chanrity, jadi teringat Anne Frank..

    ReplyDelete
  12. terinspirasi dari angelina jolie saya jadi pengen bgt ke tempat ini ditambah kaka bikin blog tentang in i thnks infonya ka http://www.langkahdody.com

    ReplyDelete
  13. Keren banget ya. Meski ini jaman dulu banget tapi sudah ada dua perpustakaan pada jamannya. Malu kalau jaman now, yang udah lebih modern banyak perpustakaan canggih dll tapi orangnya masih banyak yang males baca

    ReplyDelete
  14. ada apa dgn turis Tiongkok? ribut banget kah ? itu stereotype?

    masih akan ada lagi kan kisah perjalanan diSiem Reap? bakal kucatat mana tau ada rejeki bisa ke sana

    ReplyDelete

Designed by catatan traveler | Distributed by catatan traveler