Melihat Batak dari Museum TB Center

MUSEUM Batak TB Center di Pagarbatu, Balige, Toba Samosir, Sumatera Indonesia, Indonesia.

FALSAFAH hidup Bangso Batak (Suku Batak) yang dipegang teguh sampai sekarang di mana pun berada adalah HAMORAON (kekayaan), HASANGAPON (kehormatan), HAGABEON (kesempurnaan memiliki keturunan, putra dan putri). Ketiga kata ini selalu diingatkan orangtua kepada anak-anaknya supaya bekerja keras, cerdas, dan menjunjung kehormatan orangtuanya, dimana pun anaknya berada.
Dalihan Natolu.

Namun, selain itu, ada lagi nasihat leluhur Batak yang tak kalah kerennya terkait hubungan kekerabatan. Yakni Dalihan Natolu atau Tungku yang tiga. Isinya tentang Hula-Hula (bride giver), Dongan Tubu (Brother), dan Boru (Bride Taker). Ada juga tentang pesan bermakna dalam di kehidupan sehari-hari. Yaitu: Paias Rohamu (Bersihkan hatimu), Paias Pamatangmu (Bersihkan tubuhmu), Paias Paheanmu (Bersihkan pakaianmu), Paias Jabumu (Bersihkan rumahmu), dan Paias alamanmu (Bersihkan pekaranganmu). Artinya, sebelum menilai dan melihat diri orang lain, terlebih dahulu lihat ke dirimu. Sudah bersihkah? Yang terutama dari yang utama adalah Paias (Bersihkan) ini.

Nasehat ini saya baca di Museum Batak TB Silalahi Center, satu-satunya museum yang ada di Balige, Kabupaten Toba Samosir. Museum ini terletak di Desa Pagarbatu, Sekitar satu kilometer dari pusat pendidikan Soposurung atau sekitar 2,8 kilometer dari pusat Kota Balige. Bangunan museum ini terdiri dari dua bangunan besar. Museum memorabilia TB Silalahi di bagian dalam sebelah kiri pintu masuk, dan Museum Batak di sebelah kanannya.
TAMAN depan Museum TB Center, Balige.

Ini menjadi Museum Batak pertama yang pernah ada di Toba Samosir, atau yang kedua setelah Museum Batak kedua di Tomok, Pulau Samosir. Museum ini berdiri pada 2006 lalu, dan mulai terbuka untuk umum sejak 2007 lalu. Tahun 2009 menjadi tahun perdana saya mengunjungi tempat itu. Masih teringat jelas, saya terharu karena akhirnya Tanah Batak punya museumnya sendiri. Dan awal 2020, tepatnya 1 Januari lalu, saya bersama keluarga kembali mengunjungi tempat ini.
TIM keluarga di TB Center, 1 Januari 2020.

BAPA dan mama di museum Batak.

Bangunan museum Batak ini megah. Tata letak ribuan koleksi yang berkaitan dengan budaya asli Batak dipajang secara apik dan rapi di dalamnya. Sehingga pengunjung yang melihatnya, tidak akan bosan karena ada tema-tema dan diorama dari masing-masing pajangan.
BIBEL. Alkitab berbahasa Batak Toba.

Alquran berusia 300 tahun yang terbuat dari kulit kayu.

BUKU Silsilah Marga-Marga Bangso Batak yang disusun oleh JM Pardede.

Papune. Artefak dari Tanah Batak yang digunakan manusia zaman dulu untuk menggiling bumbu.

Di museum ini, banyak artefak dari tanah Batak kita temui. Perhiasan emas zaman dulu yang digunakan para istri raja-raja atau oleh para perempuan Batak. Ada juga alat-alat bertani, senjata untuk mengusir penjajah, mata uang kuno hingga mata uang yang pernah digunakan di masa penjajahan Belanda hingga masa kini. Serta yang tak boleh dilewatkan adalah melihat langsung diorama cara menenun ulos dan aneka jenis ulos dan fungsinya. Ada juga tandok (kantung dari anyaman pandan) dan cara penggunaannya dalam pesta. Selain itu, di sini juga saya dan pengunjung lainnya bisa melihat buku tebal tentang tarombo/silsilah marga-marga Batak, mulai dari Batak Angkola, Toba, Simalungun, Karo, Pakpak, dan Mandailing.

Satu yang membuatku kagum, di museum ini juga kita bisa menemui Alkitab yang pertama sekali diterjemahkan ke dalam aksara Batak (Bibel). Ada juga Alquran yang terbuat dari kulit kayu dan sudah berusia 300 tahun, milik kakek buyut Gusdur, seorang kyai besar di Jawa Timur. Alquran ini kemudian berpindah tangan  kepada Bupati Kutai Timur yang juga kolektor benda-benda kuno dan antik. Kemudian berpindah tangan ke tangan Wakil Bupati Serdang Bedagai, H Soekirman, dan olehnya, diserahkan ke TB Silalahi untuk ditipkan di Museum Batak.
Nyokap melihat patung dan membaca keterangan terkait patung Para Raja Batak memperhatikan datu (orang pintar) berdoa meminta air ke Mula Jadi Na Bolon.

Mengunjungi museum ini, menurut saya membuat kita jadi pintar. Betapa tidak, di sini juga saya mengetahui lebih banyak awal mula persebaran Kristen serta masuknya Belanda ke Tanah Batak dan juga bagaimana pranata sosial dalam kehidupan komunitas Batak zaman dulu termasuk aliran kepercayaannya ke Mula Jadi Nabolon. Semua keterangannya dibuat dalam tiga bahasa, yakni Bahasa Inggris, Indonesia, dan Batak.
HUTA Batak
Yang terpenting, di museum ini, filosofi-filosofi hidup orang Batak juga turut dipajang beserta artinya. Misalnya rumah adat Batak, ruma bolon atau sopo godang. Arsitekturnya dibangun menggunakan material kayu dan banyak tiang penyangga dengan dinding banyak ukiran yang disebut gorga. Gorga ini hanya memiliki tiga warna yakni merah, putih dan hitam.

Arsitektur rumah panggung ini memiliki filosofi. Tangganya selalu berjumlah ganjil karena bagi orang Batak, angka ganjil adalah angka keberuntungan. Demikian pintu masuknya yang rendah sehingga orang yang masuk harus menunduk. Artinya, tamu yang masuk harus menghargai pemiliki rumah dan harus hormat. Kemudian atap rumah yang lebih tinggi di bagian depan daripada di belakang. Itu artinya anak atau keturunan, harus lebih sukses dalam segala hal dibanding kedua orang tuanya. Makanya lewat filosofi ini, pendidikan tinggi bagi orang Batak sangat penting, karena dianggap bisa memperbaiki nasib seorang anak supaya tidak sama dengan nasib kedua orangtunya dan harus lebih tinggi. _Mendadak menyanyikan lagu Anakkon Hi Do Hamoraon di Au. Nah lewat lagu ini, orang-orang akan tahu bagaimana perjuangan orangtua Batak menyekolahkan anak-anaknya_
Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara di zaman Soeharto, Opung TB Silalahi dan istri. "It's nice to be important. But, it's more important to be nice".

BAGIAN dalam memorabilia TB Center.


Usai mengunjungi museum Batak, saya kembali mengunjungi gedung di sebelahnya. Yakni museum memorabilia TB Silalahi. di gedung ini, saya dan para pengunjung bisa menyusuri catatan hidup Letnan Jenderal (Purnawirawan) TB Silalahi. Seorang anak yang lahir di Desa Pagar Batu, tempat museum berada, yang semasa kecilnya bekerja membantu orangtuanya dengan menggembalakan kerbau hingga sukses menjadi seorang prajurit dan pernah menjabat menjadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara di zaman pemerintahan Soeharto. Dia juga pernah bertugas di PBB dan mendapat bintang kehormatan militer dari Amerika Serikat dan beberapa negara lain.

ANEKA koleksi buku milik TB Silalahi semasa bertugas di militer dan kementerian.


TAMAN TB Center yang menggambarkan beberapa fase kehidupan TB kecil dan saat ia bertugas di kesatuan militer Indonesia.
Sebagian besar barang-barang pribadi dan berbagai foto semasa ia bertugas dan juga tentang keluarganya, bisa dilihat di museum ini. Selain itu, ada beberapa bangunan pendukung, seperti kantor, sopo doa (hall of silence), Huta Batak, dan sigale-gale. Ada bonus besar yang didapatkan kala mengunjungi museum ini, yakni pemandangan asri di sekelilingnya, yakni Danau Toba dan Samosir di kejauhan, serta persawahan milik warga Balige.

PEMANDANGAN alam indah, Danau Toba dengan Pulau Samosir di kejauhan serta persawahan milik warga dilihat dari bagian belakang TB Center.

Oh ya, untuk masuk ke museum ini, dikenai tiket seharga Rp 20 ribu bagi orang dewasa. Balita gratis masuk. (***)

Adek, Flora yang minta foto di depan poster TB Silalahi. Katanya dia mau ketularan suksesnya Opung TB.

Big thanks to Opung TB Silalahi dan tim atas karya luar biasa ini: TB Center.


Informasi:
Museum TB Center
Desa Pagar Batu, Soposurung, Balige, Toba Samosir, Sumatera Utara, Indonesia
Operation Hour: 08.00-
Reservation by phone: 0632-21588

11 comments :

  1. Saya suka banget nih berkunjung ke tempat2 seperti museum begini. Penasaran bagaimana kisah dan kondisi alam pada saat dulu2

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya benar. Saya juga termasuk yang suka berkunjung ke museum, mempelajari sejarah.
      Next time ke Balige, boleh berkunjung ke TB Center.

      Terimakasih sudah berkunjung ke blog saya. Salam kenal.

      Delete
  2. maaf mb kukira tadi TB itu nama penyakit begitu, hahaha. maafkan pas baca museum baru ngeh. keren ya museumnya. lengkap dan terlihat bersih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hwahahaha.. TB itu singkatan nama dari TB Silalahi mbak. Tiopan Bernhard Silalahi.

      Benar, museumnya keren dan bersih. kafetarianya juga bersih. Menu yang dijual sederhana tapi enak banget dan murah.

      Delete
  3. Kita patut berterima kasih kepada Op TB Silalahi yang telah membangun museum batak untuk melestarikan peninggalan budaya leluhur kita. Mudah2an ke depannya museum ini bisa semakin diperbesar dan artefak2 leluhur kita yang tersebar di museum2 di seluruh dunia dapat pulang ke kampung halaman. Dulu saya pernah mengunjungi Asia Civilization Museum Singapore, cukup kaget juga karena di sana banyak juga artefak batak yang dipajang.

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah ya Pak TB Sillahi meninggalkan warisan berharga untuk generasi penerus Batak. Dan saya pikir museum etnis seperti ini tak hanya berharga sebagai orang batak tapi juga orang Indonesia secara umum. Kita dibuat tak hanya mengenal sejarah suku batik tapi juga lakon hidup mereka sehari-hari melalui berbagai filosofi..

    Ngomong-ngomong filosofi Dalihan Natolu atau Tungku yang tiga itu mirip dengan Tungku Tigo Sajarangan orang Minang. Lah iya lah ya, wong tetangga dekat :)

    ReplyDelete
  5. Ada budaya yang harus dipertahankan ada juga yang harus dihilangkan. Iya, nggak?

    Seperti falsafah hidup Hagabeon. Kalau menikah dan tidak punya anak itu bagaimana ya? Apakah keturunan harus selalu kandung? Bagaimana jika anak angkat? Lalu bagaimana jika tidak ingin menikah?

    Lihat buku silsilah marga Batak ibi saya salut banget sih. Entah bagaimana JM Pardede itu menyusunnya, meramunya, da menerbitkannya hingga jadi setebal itu.

    Perlu banget nih saya main ke sini. Pengetahun saya tentang Karo masih sedikit banget. Ahahha.

    Oh ya, di museum ini ada guide-nya, kah?

    ReplyDelete
  6. Wah, bisa belajar bahasa Batak dan filosofi Batak di museum ini. Salut suku Batak sudah menyadari pentingnya pendidikan, nggak heran banyak anak-anak Batak yang merantau ke Jawa untuk melanjutkan pendidikan di jenjang S1 dan seterusnya.

    Pemandangan di belakang museumnya jadi bonus yang tak terduga dan istimewa!

    ReplyDelete
  7. TB Silalahi itu orang besar. Saya kenal namanya sejak saya masih SD, waktu itu Pak Silalahi masih menjadi menteri.

    Museum ini cukup menarik untuk dipelajarin buat peminat budaya dan sejarah. Saya sendiri tahunya museum Batak ya di rumah adat Sumatera Utara di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Mungkin museum TB Center ini akan lebih lengkap.

    Saya pernah ke Balige di tahun 1992 (atau mungkin 1993). Tapi cuman lewat doang sih. Tentu saja waktu itu museum ini belum ada.

    Kalau saya roadtrip ke Sumatera Utara lagi, dengan senang hati saya mau mampir ke museum ini. Eh, di Balige ada hotel kan?

    ReplyDelete
  8. Wah museumnya bagus banget ya, terang dan lengkap, jadi orang Batak lebih paham asal-usul mereka, dan menjaga selalu pesan leluhur..semoga bisa berkunjung ke sana suatu hari..

    ReplyDelete
  9. Wah seru banget yaa kak, aku juga salah satu tipe orang yang suka berkunjung ke museum loh, soalnya dari museum itu kita banyak tau sejarahnya hehe. Btw ada guidenya nggak sih kak?

    ReplyDelete

Designed by catatan traveler | Distributed by catatan traveler