Dimulai di Toba Bertemu Santi Yang Santun di Tokyo


Sahabat dari Toba bertemu di Jepang, Santi and i ( Saat autumn di Odaiba, Tokyo, November 2015)
SAHABAT itu dia yang ingat dan menerima siapa pun dirimu dalam setiap rentang waktu yang berbeda.

(Ki-ka) Me, Santi, dan Minar Simanungkalit foto bersama di rumah teman kami yang lain, Renova di Onanraja, Balige.
Pertemananku dengan perempuan keriting berkacamata itu dimulai sejak kami duduk di bangku kelas satu Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 di Balige, di kota Soposurung, Toba. Sudah 11 tahun kami tak bertemu sejak kelulusan SMA di 2004. Saya melanjutkan kuliah ke jurusan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara, sedangkan ia melanjutkan kuliah Sastra Jepang di Universitas Indonesia.

Foto bersama usai jadi piket bersih2 kelas pulang sekolah di belakang gedung perpustakaan sekolah.
Sejak saat itu, kami tak bertemu lagi, bahkan tak ada komunikasi dalam rentang waktu yang sangat lama.

Masa SMA kala itu, mengawalinya dengan mencari teman baru menjadi hal tersulit yang kulakukan. Ya, saya susah dekat apalagi berteman dengan orang baru. Banyak dari mereka bilang saya jutek karena didukung muka judes. Saya mengakuinya. Namun setelah berkenalan lama, kebanyakan pada bilang "Chay, kok ga dari dulu kita kompak ya? Kamu kocak juga." _ ya ya ya kibas-kibas rambut _

Duduk di kelas 1 SMA dengan 42 teman sekelas dari antar sekolah lanjutan se-Sumatera Utara. Banyak wajah baru. Vensy Pardede menjadi teman sebangku kala itu. Dia salah satu teman sekolah kala SMP. Di kelas itu, sahabat sekaligus musuh SD-ku juga menjadi teman sekelas. Namanya Helfiana, kami se-geng. Kami juga kompetitor zaman SD. Kalau bukan dia yang juara satu, pasti saya. Hahaha, itu berlanjut hingga kelas 6. Hih!!! _ Sssst, dia sepupu mamaku juga. Berarti? dia tanteku? Wait, whaaaat??? _

Colage by Santi (Gundam Odaiba-Tsukiji Fish Market, Ippudo Kawasaki)
Pengembaraan akan waktu tak lantas melunturkan, apalagi melupakan, bahwa pertemanan itu akan selamanya berlanjut menjadi sahabat. Hari berganti hari, kami sekelas menjadi kompak. Semua saling sapa, meski kadang ada sekat pengelompokan berdasarkan geng. Geng positif tentunya. Ada yang geng ratu koor, padahal anggotanya wanita dan beberapa pria, dimana setiap ada les kosong atau tak ada guru, mereka akan bernyanyi membagi jenis suara Sopran, Alto, Bass, dan Tenor. Bahkan ada yang jenis suaranya suara jadi-jadian._ ha ha ha _ Mereka ini menjadi kelompok yang sering kami tertawakan. Ada juga geng pria 'sok' cool yang merasa dicintai semua wanita sekelas. Dan kami? 10 orang siswi menyatakan diri Geng Peace of 10. _ Ah jangan tanya apa artinya, itu terbentuk begitu saja saat kalimat "Peace, Love and gahool (gaul) sedang tenar-tenarnya_ Santi tak termasuk di geng tersebut. Dia lebih suka mengelompokkan diri dengan teman kami yang pinter dan super pendiam, Minar Simanungkalit, si cerewet Marlon Marpaung dan Martha yang hobi ketawa.

Colage by Santi. (Me, Santi Sitorus, and her hubby Yukihisa Kondo-san)
Horeeee!!! masa kelas satu berlalu, kami semua naik ke kelas dua. Masih sama-sama sekelas. Dari 1F menuju 2F. Pertemanan kami makin kompak, meski ada beberapa yang mengalami seleksi alam. _If you know what i mean _ Kelas kami boleh dikatakan kelas unggulan sekaligus kelas paling kompak. Mulai dari positif hingga negatif, kompak. Pernah sekali saat les mata pelajaran Fisika, kami semua mengerjakan tugas Biologi yang seabrek yang akan dikumpulkan usai jam istirahat ke dua. Si ibu bidang study bertanya "Kalian lagi sibuk ngerjain tugas ya?". Kami kompak menjawab "Iya bu, tugas Biologi dari ibu MP, gapapa ya bu," Lalu dijawab "Iya, gapapa, selamanya saja kerjain itu ya. Saya tak akan masuk lagi," ujar si ibu sambil keluar kelas.

Sontak kami melongo. Sebagai ketua kelas yang bekerjasama yang baik dengan wakil ketua Agnestia Ginting, kami bertanggung jawab. Kami melaporkannya ke wali kelas, tentu setelah tugas Biologi selesai dikerjakan dong. _Kala itu kami menjadi orang penting, bolak-balik dipanggil ke ruang BP (Bimbingan Penyuluhan siswa)_ Hiks.

Colage by Santi.
Kekompakan kami yang lainnya, saat Liga OSIS usai ujian semester sambil menunggu hari pembagian rapor. Seluruh aneka permainan mulai lomba panco, sepakbola mini, dan tarik tambang kami ikuti. Kelas 2E menjadi saingan terberat. _Duuuuh, serunya ingat kala itu_. Hari pembagian rapor tiba, sang wali kelas yang lembut dan teduh hati, Ibu R Naibaho memasuki kelas. Dia memuji kami semua. Tujuh siswanya, termasuk saya, masuk peringkat 10 besar umum. Juara 1 dan 3 hingga 7 umum dari kelas kami. _Sok iyes aja dibahas sekarang_

Kelas 2 SMA itu menjadi petualangan terseru kami. Dan disitulah saya menjadi kompak dengan Santi Sitorus dkk. Santi salah satu siswi pintar di kelas. Kala itu, dia sangat menyukai bahasa Jepang. Rasa penasaranku akan sastra negeri paling timur di dunia itu,membuatnya dengan sukarela memperkenalkan kaligrafi negeri Sakura itu. "Ini huruf Katakana, ini huruf Hiragana," ujarnya sambil menjelaskan.

Bahkan di beberapa buku catatanku, ia menuliskan namaku TAIO dalam bahasa Jepang. Dia menuliskan namanya menjadi SAN-CHI.

Oh ya, saya menjadi siswa yang sangat lemah di bidang Fisika dan Kimia. Kalau yang lain bisa menyelesaikan satu soal 10 menit, saya jauh tertinggal, satu soal bisa sampai 30 menit baru kelar atau bahkan sampai dua les berakhir kadang tak kelar-kelar. Kala ada PR alias tugas rumah, kalau rasa malas datang melanda alias Komik Doraemon dan Majalah Bobo lebih penting daripada PR, maka keesokan harinya, saya akan datang cepat-cepat ke sekolah. Jawaban PR santi atau Gokma menjadi pilihan untuk dicontek _Yakin banget, jawaban mereka berdua pasti benar.lol. Kalau Gokma kadang pelit, nah kalau Santi? huahahaha, tak pernah sekali pun ia menolak permintaanku mencontek buku tugas Fisika atau Kimianya. _Jangan ditiru ya adek-adek _.

Makan takoyaki di pasar ikan Tsukiji, Tokyo. Ini setelah kami antri panjang cuma demi mendapatkan sepotong telur dadar ini lho. hiks.
Ah ya, mata pelajaran Matematika menjadi pelajaran favorit kami. Bagaimana tidak, guru bidang studi selalu membuat kuis yang berujung tanda tangan di catatan. Kami mengoleksi tanda tangan itu untuk penambahan nilai akhir. Seisi kelas menjadi heboh kala kuis berlangsung. Saling berlomba menyetor hasil kuis dalam catatan ke depan, ke meja guru. Marlon, Agnestia, Torang, Gokma, Evi menjadi primadona untuk hal ini.

Pernah suatu hari, dua senior yang sukses kuliah di UI dan sudah pernah mengunjungi Jepang dan bahkan fasih berbahasa Jepang datang memberi kelas inspirasi ke sekolah. Kala itu hari Jumat (CMIIW), sekolah pulang pukul 12.00 WIB atau dua jam lebih cepat dari hari biasa. Bersama Santi dan dua teman lainnya, kami menuju tempat wisata Lumban Silintong, dan tak sengaja bertemu dua senior, Elvis Napitupulu dan satu lagi temannya dan juga dosen UI. Kami jadinya duduk bersama, sharing cita-cita dan belajar bahasa Jepang. Saling tukar nomor ponsel, dan suatu ketika, pernah kirim pesan singkat translate langsung Bahasa Indonesia ke Bahasa Jepang dan kalimatnya di bahasa Jepang amburadul. Yang aturannya Nippon Go menjadi Go Nippon. Beruntung sang senior membalasnya dengan memperbaiki tata bahasa Jepang tersebut. Semangat kami benar-benar dibakar saat bertemu dua senior yang menurut kami pintar tersebut. Benar saja, dua senior itu kini sukses. yang satu sekarang insinyur dan satunya lagi bertugas di Konsulat RI di Hongkong.

@Bandara Haneda, Tokyo. Foto bersama saat antri check-in counter untuk kepulanganku ke Indonesia via Kuala Lumpur. Thankyou fellas.
Kami senang kala itu, Santi paling excited. Itu artinya, ia bisa mempraktikkan kemampuan bahasa Jepangnya. Perempuan itu sangat memeluk mimpinya, menikmati kesukaannya akan Jepang. Bahkan dia pun mirip Jepang. Padahal asli dia Batak, dari Toba. Tulen, sama seperti saya.

Kami makin dekat. Setiap ada kesempatan waktu pulang sekolah saat tak ada bimbingan les, kami menghabiskan waktu menonton film India atau film Taiwan dan Korea di rumah Renova, teman kami yang lainnya. Kadang kami masak-masak juga di sana atau menyelesaikan PR bersama (ini sih jarang. Seringan nonton dan masak Indomie saja. huahahaa), atau bahkan lama pulang dari sekolah, mengisi jeda di perpustakaan sekolah atau foto-foto bareng. _Ah saya merindukan momen ini terulang kembali guys_

Kelas tiga, kami berpisah. Santi memilih jurusan IPA, dan saya memilih jurusan IPS. Pemilihan jurusan ini, wali kelas sempat meminta saya buat surat pernyataan dan wajib tanda tangan orang tua, mengapa memilih jurusan IPS padahal nilai IPA saya lebih tinggi. Heran deh saat itu IPS dinilai jurusan buangan. Padahal kan saya suka IPS, suka Geografi, suka Sosiologi dan Kajian Peta Dunia. Cita-cita saya kala itukan ingin jadi Duta Besar, eeeh malah terdampar jadi jurnalis yesterday afternoon sekarang. Ah sudahlah, tetap bersyukur.

Meski sudah berpisah jurusan, namun kami tetap kompak. Masih suka bertemu di ibadah siswa yang diadakan setiap hari Jumat di aula sekolah.

Lulus SMA, kami berpencar untuk memilih jurusan kuliah sesuai keinginan kami. Ada yang memilih bimbingan SPMB-UN di Bandung, Jakarta, dan juga Medan. Kami menemukan pilihan kami masing-masing, sesuai dengan cita-cita kami. Saya lulus di Ilmu Politik USU, pilihan pertama yang kuambil sebelum jurusan Hubungan Internasional di Universitas Riau, sedangkan Santi lulus di Universitas Indonesia dengan jurusan idolanya, Sastra Jepang.

Santi, seorang perempuan yang teguh akan pendiriannya. Keteguhannya akan satu hal telah membawanya ke dunia baru yang ia impikan. Kesukaannya akan bahasa Jepang, ia perdalam di masa perkuliahan dengan mengambil jurusan Sastra Jepang di UI. Bahkan ia mendapat kesempatan beasiswa ke Jepang, dan bekerja di perusahaan Jepang setelahnya. Hebatnya lagi, dia berjodoh dengan Jepang. Pria Jepang dan negara Jepang menjadi bagiannya kini.

Dia gadis lembut yang cekatan. Kami sama-sama datang dari keluarga pedagang. Jadi, setiap hari Jumat, hari pekan di Balige,kadang kami pulang bersama menuju kios jualan orang tua kami. Dia sederhana dan ramah, dia seorang Santi yang santun. Dan itu pulalah yang masih kutemukan setelah 11 tahun kami tak bertemu dari Toba, kini bertemu kembali di Tokyo, Jepang.

"Ha??? Sendiri? Berani benar kamu Chay," ujarnya saat aku memberitahukan rencanaku berkunjung ke Jepang di akhir Agustus lalu.

Saya menjelaskan kepadanya bahwa tak sepenuhnya saya sendiri. Saya berangkat bersama dua teman yang memiliki itinerary berbeda selama disana. Bahkan akan bertemu dengan teman couchsurfing yang kuanggap adik di Kyoto. "Iya tapi tetap saja, kamu emang berani ya Chay. Salut memang ama kamu yang suka jalan. Kalau saya ga berani," ujarnya.

In early story alias singkat cerita, kami pun bertemu di Tokyo. Dia bersama suaminya, Yukihisa Kondo-san datang menjemputku ke penginapan di Fukudaya Hotel, di kota Taito-ku tepat pukul 13.00 GMT 009+ Japan Time sesuai janji kami sehari sebelumnya lewat layanan call LINE.

Ramen time di Ippudo-Kawasaki. Ini ramen fenomenal. Yang membuatnya berbeda dengan Ippudo yang di Jakarta, Kawasaki pusatnya, nah Jakarta cabangnya.. huahahaa. Enggak ding, yang di Jakarta harganya lebih mahal dibanding di negara asalnya. Udah itu saja kok.
Mengenakan legging dan t-shirt hangat hitam-abu-abu, wanita cantik itu turun dari mobil. Dia tersenyum, dan mendatangiku ke depan pintu penginapan. Kami pun berpelukan ala teletubbies. Wow!!!! 11 tahun ga ketemu and she change.. She's so beautiful now.

Yep, dia berubah. Jauh lebih cantik. Hanya saja, sifatnya tak berubah, dia masih Santi yang kukenal, Santi yang santun.

Dibantu Mrs Miyoko, pemilik hotel, aku mengangkat backpack dan bungkusanku ke mobil Santi. Suaminya pun membantu. _ Di hotel Fukudaya ini, payung putihku ketinggalan. Semoga kelak kembali ke Jepang lagi, aku masih menemukannya. Simpan yang baik ya nek Miyoko _

Di mobil Santi, disupiri suaminya, kami lantas berbincang akrab, bernostalgia masa sekolah dan (sedikit) menggosip. Di mobil itu, kami menggunakan empat bahasa untuk berkomunikasi: Bahasa Jepang, bahasa Inggris, bahasa Indonesia dan bahasa Toba kala membahas suaminya Santi. Biar Kondo-san ga mengerti apa yang kami omongkan. _ish ish si Santi _

Di Tokyo, bersama kami mengunjungi pasar ikan terbesar di dunia, Tsukiji. Tak hanya itu, kami pun mengunjungi patung robot Gundam di Odaiba, Pulau buatan di Teluk Tokyo. Disana, kami mengabadikan musim gugur dari depan mall Tokyo Diver City, bahkan, menikmati sunset bersama di depan gedung Fuji Tivi dan taman Liberty. _Ah baiknya kamu San dan suami_

Satu yang terpenting, Ibarat menyambut keluarga, empat jam sebelum kepulanganku ke Indonesia, dia bersama suami mengajakku berkunjung ke rumahnya, di salah satu komplek mewah di kota Kawasaki._ tahu Kawasaki kan? bukan merek motor lho ya, Kali ini Kota, itu lho yang Museum Doraemon by Fujiko F Fujio dan kuil fenomenal Kawasaki Daishi ada disana_ Dia menjamuku makan ramen di warung fenomenal di Ippudo Ramen Kawasaki dan juga minum ocha, teh Jepang yang kami beli di pusat perbelanjaan Diver City Tokyo Plaza di Odaiba.

"Mertuaku asalnya dari Shizuoka Chay, Shizuoka itu daerah penghasil teh di Jepang," ceritanya.

Nostalgia demi nostalgia, cerita demi cerita yang terlewati kami bahas hari itu dalam pertemuan singkat, hingga akhirnya, usai berdoa di rumahnya, kami kembali ke Bandara Haneda. Haru air mata pun tak tertahankan, saya kembali memeluk sahabatku itu, mengucap kata perpisahan. "Sayonara Santi-chan, Kondo-san. Thankyou somuch my besties.. 'till we meet again kedan, sahabatku entah di Toba, entah di Jepang lagi, atau dimana pun nanti di belahan bumi ini, sampai ketemu lagi. Sehat-sehat terus kita yak,".
Kelak kita akan mengulang kisah ini, menginjakkan kaki dimana, di musim yang berbeda. Terimakasih sahabat.
------

GOOD FRIENDS are like STARS. Youd don't always see them, but you know they're always there. ***

4 comments :

  1. Terharu bacanyaa... #bukanketularanmumu :p
    Selalu begitu ya rasanya... pertemuan ama seseorang yang dulu pernah sangat dekat, trus terpisah sekian tahun... Yang bikin terharu itu #eaterhatulagi... dan ternyata jarak dan waktu tak sedikit pun melunturkan warna persahabatan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear mba Dian.

      Saya aja terharu saat menuliskan ini mba Dee.. lancar jaya menuliskannya.. hiks #TermumuLagiehTerharulagi..

      Yep, jarak dan waktu tak sedikit pun melunturkan pertemanan itu. Itulah mengapa disebut sahabat :)

      Mba Dee juga sahabatku.. Eaaaak *Ajak aku jalan2 kak ajakkkkkk hahaha

      Delete
  2. Bahagia banget ya ketemu temen SMA,

    ReplyDelete

Designed by catatan traveler | Distributed by catatan traveler