My Backpacker Journey to Phuket: James Bond Island


James Bond Island f Chaycya.   
 
MY BACKPACKER JOURNEY TO PHUKET: Perjalanan ke Khao Ping Kan atau James Bond Island merupakan petualangan terakhir di hari ke empat kami di Phuket, Thailand.
 
Khao Ping Kan merupakan gugusan pulau di Laut Andaman yang mulai mendunia dengan nama James Bond Island setelah pulau ini dijadikan sebagai salah satu tempat syuting film agen rahasia Inggris berkode 007, James Bond dengan salah satu judulnya The Man With The Golden Gun pada 1974 yang lalu.

Menurut pemandu lokal kami, pulau yang terletak di Pulau besar Phang Nga ini dijadikan sebagai tempat persembunyian musuh Bond dalam film tersebut. “Kau tahu Scaramanga? Musuh Bond bersembunyi di pulau Batu ini, hingga akhirnya pulau ini terkenal dan banyak pelancong seperti Anda penasaran akan keindahannya dan akhirnya berada disini sekarang,”  ujar pemandu lokal kami bernama Tha Khatangmai sambil tertawa.

Pria luwes berkacamata ini merupakan Muslim Patani asal Pulau Panyee. Kami bertemu setelah 1 jam 20 menit perjalanan dari Phuket ke Pulau Phang Nga dengan menaiki mini Shuttle Bus.

Menuju pulau ini, kami mengambil paket perjalanan sehari yang kami beli di salah satu agen perjalanan lokal di kawasan Pantai Patong, di distrik Kathu, Phuket. Kami memilih paket perjalanan karena biaya perongkosannya lebih murah dibanding jalan sendiri ke pulau tersebut.

Pukul 09.23 pagi (tidak ada perbedaan waktu Thailand dan WIB Indonesia), supir mini bus menjemput kami dari penginapan Phuket Center Apartment di jalan Ratsada di pusat kota Phuket. Dalam bus, kami satu rombongan bersama 8 orang turis dari Australia, Amerika dan juga empat orang dari Uni Emirat Arab. Kami dijemput dari penginapan masing-masing di wilayah yang berbeda.
 
Kawasan Penginapan Bacpacker di Phuket Town f by Chaycya.
 
Setelah menjemput semua tamu dari penginapan, kami menuju pelabuhan Bakau hutan Mangrove Phang Nga dengan jarak tempuh dari Pulau Phuket sekitar 1 jam 20 menit. Benar saja, kami tiba tepat waktu di pelabuhan, disana kami disambut pria kurus berkacamata, dia memperkenalkan namanya Tha Khatangmai dan bertugas menjadi pemandu kami selama dalam perjalanan ke Pulau James Bond sambil membagikan Safety Life Jacket berwarna hijau. “Mohon diperhatikan, silakan naik ke Long Tail Boat dengan hati-hati, jangan sedikit pun menyentuh air di kawasan The National Park of Mangrove ini karena banyak buaya dan utamakan keselamatan anda sehingga kita bisa bersama menikmati perjalanan ini,” ujarnya memberi pengarahan.
Pengarahan di Pelabuhan Mangrove Phang Nga. f by Chaycya.
Menggunakan Long Tail Boat atau kapal panjang yang terbuat dari kayu, berbaur dengan pelancong lainnya, berangkat dari pelabuhan hutan Mangrove, kami pun menuju Pulau James Bond. Menuju pulau ini, kami harus melewati lekukan air di The National Park dimana di kiri dan kanannya merupakan kawasan hutan bakau berbingkai pulau batu yang tertutup aneka tumbuhan hijau. “Wow, sungguh menakjubkan,” ujar seorang pelancong pria asal Amerika sambil mengabadikannya dalam kamera.
 
Gugusan Pulau di The National Park Phang Nga. f by Chaycya.

Salah satu sudut Taman Nasional Phang Nga f by Chaycya
 
Sekitar 40 menit menikmati keindahan taman nasional yang dibingkai gugusan pulau batu di Phang Nga di teluk Yan Saba, di tengah laut berbingkai pulau batu nan megah, Long Tail Boat kami merapat ke kapal besar. Pemandu memberikan kami masing-masing satu kantong keresek putih dan menyuruh kami memasukkan berbagai peralatan penting seperti kamera, handpone dan juga dompet, sementara tas kami ditinggalkan dan dibungkus di dalam kapal.

Khatangmai mengatakan, kami akan menuju Thamlod atau Pulau Talu dengan menggunakan Cano. Cano hanya boleh diisi 3 orang saja, yakni dua pelancong dan satu pemandu yang menggerakkan. Benar saja, sejauh mata memandang ke Pulau Talu, sudah banyak pengunjung dari berbagai Negara menikmati keindahan pulau gua dengan stalaktit tajam tersebut dengan menggunakan cano.

Thamlod Cave di Pulau Talu f by Chaycya
 
Sekitar 30 menit kami diajak mengelilingi Pulau Talu dan tebing di sekitarnya, berhenti di pinggir tebing, dan wajib tidur telentang di atas Cano menikmati indahnya stalaktit panjang dan runcing di gua yang berada persis di tengah Pulau Talu.

Pemandu kami di Cano tak mengerti bahasa Inggris, Saat kami ajak berbicara, dia hanya tersenyum. Bahkan memberitahukan namanya pun dia tak tahu. Dia hanya mengerti saat kami meminta dia memoto dan menyodorkan kamera, mengajarinya sebentar lalu mengabadikan kami. Kadang dia berbicara bahasa Thai, kami hanya senyum menanggapinya, dan apabila kami bertanya dalam bahasa Inggris, dia pun hanya tersenyum, sehingga bersama satu rekan secano menyimpulkan saling pengertian komunikasi di Cano hanya lewat senyuman. Heheheheheee..:))

Salah satu sudut James Bond Island. f by Chaycya
 
Dari sana, kami pun menuju tujuan sebenarnya dari perjalanan ini, yakni Pulau James Bond. Pulau ini terdiri dari dua pulau, satu pulau batu kecil menjulang keatas yang menjadi gambar sempurna dalam film James Bond, sedangkan satunya lagi pulau berpantai dengan pasir putih dan berdinding tebing menjulang. Kami pun turun dari atas kapal dan mengelilingi pulau dengan jalan berbatu, naik turun, hingga tiba pada pantai utama yang kini sudah dijejali puluhan lapak yang menjual aneka souvenir berupa perhiasan dari hewan laut seperti kerang, bintang laut dan lainnya. Penjualnya adalah para wanita paruh baya dari warga Muslim Patani.

Penjual Souvenir di James Bond f by Chaycya.
 
Saat menawar beberapa oleh-oleh, penjual, wanita paruh baya berjilbab bertanya dari mana asalku. Saat dia mengetahui dari Indonesia, dia langsung teriak mengatakan ‘My Friend’ dan memberitahukan kepada temannya sesama penjual yang juga asyik melayani pembeli.

Wanita bernama Arhong Sithinnam ini mengatakan Turis Indonesia mereka sebut sebagai ‘my Friend’ karena nenek moyang mereka berasal dari Indonesia yang berlayar menuju Pulau Panyee di Thailand. “Indonesia nenek moyang kami. Sebentar lagi kamu akan tahu dimana itu pulau Panyee, nah sekarang belilah barangku,” ujarnya ramah sedikit memaksa dengan bahasa Inggris aksen Thailand.

Dari Pulau James Bond, kami pun menuju Pulau Panye, salah satu pulau berpenghuni di gugusan laut Andaman. Di pulau ini, 100 persen penduduknya atau 1.485 warga dari 315 KK merupakan muslim Patani yang tinggal di rumah panggung nelayan, dengan mata pencaharian sebagai nelayan, pemandu cano, pemandu wisata dan juga sebagai pedagang aneka souvenir dan pengusaha restoran.

Pulau Panyee di gugusan Laut Andaman f by Chaycya
 
Kami tiba disana, dari dermaga apung naik langsung ke restoran dan sudah disambut dengan aneka menu makanan halal diatas meja seperti nasi, ayam Bangkok, Capcay dan juga sup ikan ala Thailand dengan bau bumbu yang menyengat namun segar. Satu meja wajib 6 orang, dan kami bergabung dengan pasangan suami istri Thai Amerika Tom dan Cathy, Mike dari Inggris,  serta seorang pemuda dari Jerman. Layaknya satu keluarga, sambil makan, kami pun berbicara mengenai jenis makanan dari Negara masing-masing sambil sesekali bercanda.

Puas bersantap siang dan  menikmati waktu belanja souvenir di Panyee, kapal pun kembali membawa kami ke Pelabuhan Mangrove. Perjalan tidak selesai disitu saja, oleh pemandu, kami pun dibawa ke Kuil Wat Tham Suwanakhuka melihat langsung patung Budha tidur bertumpu tangan yang terbuat dari emas sepanjang 15 meter dan aneka patung Budha lainnya dengan alat pemujaan, dan menikmati gua dengan aneka tulisan perjalanan maharaja Thailand selama menjadi petapa di gua tersebut. Masuk ke kuil ini, harus melewati gua Monyet (Monkey Cave), dimana ratusan monyet berkeliaran di areal gua menunggu jatah makan dari para turis yang berkunjung.
Patung Budha di Suwanakhuka Temple f by Chaycya
Gua Monyet. f by Chaycya
 
Sebelum kami pulang kembali ke penginapan, pemandu Khatangmai mengucapkan terimakasih, karena kunjungan para turis ke negaranya, membuat perekonomian mereka semakin membaik dan mengatakan jangan pernah bosan berkunjung ke Thailand. “See next time guys, Bye,” ujarnya berlalu sementara bus kami mulai jalan.

Menurut data Otoritas Pariwisata Thailand, sejak Tsunami meluluhlantakkan Phuket dan pulau di sekitarnya 2004 lalu, kunjungan wisatawan asing ke Negara Gajah putih tersebut meningkat 17,6 persen setiap tahunnya. Data terakhir 2010, sebanyak 15 juta turis asing berkunjung kesana, dan kawasan penyumbang terbesar adalah Phuket.

Hari-hari sebelumnya, kami juga mengunjungi Pulau Phiphi tempat syuting film Hollywood Leonardo Dicaprio yang berjudul The Beach, serta snorkeling di Teluk Maya, berenang bersama ikan menikmati indahnya terumbu karang dibawah sana.

Snorkeling di Teluk Maya. f by Nesya
 
Kami pun tak lupa pergi ke kawasan pantai Patong, salah satu kawasan  Phuket yang luluh lantak diterjang Tsunami 2004 lalu dan menelan korban lebih dari 5 ribu jiwa termasuk warga dan sebagian besar turis. Hebatnya, setelah 7 tahun berlalu, tidak adalagi bekas tsunami di kawasan tersebut, semuanya serba baru, bahkan pantainya mempunyai taman yang sangat asri dengan ratusan ekor burung. Satu penanda bahwa daerah tersebut dulu pernah diterjang Tsunami hanya plang kecil setiap 100 meter di pinggir jalan bertuliskan “ Tsunami Wall of Remembrance” yang dibawahnya bergambar lima gelombang biru. Bahkan sekitar 350 meter dari kawasan pantai, tepatnya di salah satu sekolah nasional setingkat SD yang dulu dijadikan sebagai lokasi penyelamatan (evakuasi), SD tersebut sudah kembali ke fungsi utamanya menjadi tempat pendidikan. “Kami tidak perlu mengenang kesedihan, pemerintah sangat mendukung perbaikan, meski kami rugi besar, namun kami harus bangkit tanpa membesar-besarkan peringatannya,” ujar warga Thailand keturunan India yang berprofesi sebagai penjahit di kawasan wisata Patong.

Sudut Pantai Patong. f by Chaycya
Para Lady Boy Simon Cabaret Show. f by Chaycya
Bukan hanya wisata pantai dan tur ke pulau, Pemerintah Thailand juga sepertinya berhasil mengembangkan aneka jenis wisata lainnya seperti Show and Attraction Tourism dengan memberdayakan Lady Boy (Banci Thailand), wisata budaya dan agama, serta wisata kuliner, juga wisata belanja, dimana salah satu mall terbesar di Phuket yakni Jungceylon Mall memberikan priviledge kartu diskon mulai 10 sampai 50 persen khusus bagi turis, gratis.  Pemerintah Thailand  menjadikan wisata sebagai tulang punggung perkembangan sosial dan ekonomi negaranya. (Chaycya, November 2011)

1 comment :

  1. Baca tulisan ini muncul haru juga, betapa tanpa pandemi melakukan perjalanan tergolong mudah dulu. Sekarang, punya duit aja nggak cukup, harus menghadapi sederet birokrasi rumit.

    Cakeeeep banget ini Ko Panyee. Mupeng pengen ke sana jg.

    ReplyDelete

Designed by catatan traveler | Distributed by catatan traveler