Menantang Adrenalin di Wat Tham Sua Krabi

Krabi
KRABI tak hanya terkenal wisata pantainya. Namun, wisata religi yang menyatu dengan alamnya yang banyak karst dan hutan tropis yang hijau juga tak kalah indah.

Setiap Januari, Krabi tak bersahabat dengan wisata pantai. Ombak laut dan potensi hujan deras, tinggi setiap harinya.

Memutuskan kembali ke Pak Nam di Krabi Town setelah dua hari tinggal di kota pantai Aonang, maka Wat Tham Sua atau Tiger Cave Temple pun menjadi tujuan.

Sehari sebelumnya, bersama rekan Zikria Budiman, kami memutuskan berangkat ke Wat Tham Sua. Memilih jalan kaki. Mengapa? Karena berdasarkan Google Map, jaraknya dari lokasi kami di Pak Nam hanya 8,7 kilometer. Nggak terlalu jauh untuk ukuran yang doyan trekking. Namun faktanya saudara, ternyata modal Google Map tak sepenuhnya benar.

Setelah jalan kaki lebih 3 km, hujan deras turun. Kami terlebih dulu membeli jas hujan sekali pakai di mini market terdekat. Lalu melanjutkan perjalanan. Dirasa kok nggak sampai-sampai, benar nggak ini? Sementara hujan makin deras. Kami pun berteduh di toko pakaian. Membeli pakaian di sana, lalu oleh pemilik toko, kami disarankan untuk naik song tew atau angkot di sana. "Lewati dua persimpangan, nah nanti kalian turun di simpang kedua. Dari sana bisa jalan kaki. Tapi tetap lumayan jauh juga," kata si ibu yang baik hati itu.

Tibalah kami di persimpangan. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 13.00. 200 meter dari persimpangan, kami menemukan musala. Zikria minta izin untuk salat Dzuhur dulu. Saya pun menungguinya di lokasi musala.

Hujan belum berhenti, hanya saja sudah tak sederas tadi. Tinggal gerimis. Usai salat, bersama Zikria, kami melanjutkan perjalanan. Kami menertawai cuaca dan Google Map saat itu. "Kayanya kita ke Krabi ini cuma untuk mandi hujan saja Zik. Belum lagi drama kena tipu dan ditelantarkan menuju Bangkok (baca di sini) ," ujarku. Kami pun tertawa bersama.

Intinya, hujan dan suasana kala itu ditambah rutenya yang ternyata masih jauh masuk ke dalam dari persimpangan Krabi Noi membuat saya dan Zikria balik kanan ke penginapan. Namun, tentu saja kami singgah ke toko baju tadi, membeli kain brokat yang saya janjikan ke si pemilik toko.

Uji Adrenalin Keesokan Harinya

Krabi

Keesokan harinya, dengan merental motor seharga 180 Baht (Sekitar Rp 90 ribu) kami pun berangkat kembali ke Kuil Gua Harimau itu.
Krabi
PERGINYA wangi dan rapi.
Pusat meditasi para biksu Buddha ini, berlokasi di utara timur Laut Krabi, tepatnya di Distrik Mueang. Cuaca hari itu cukup cerah. Beda dari hari sebelumnya yang sepanjang hari hujan dan mendung. Meskipun cuaca cerah, tapi menuju tempat ini cukup menantang adrenalin. Dibutuhkan kekuatan kaki dan nafas yang panjang tentu saja.

Kami pun berkendara. Tak ada halangan berarti saat berkendara. Tiba di kawasan kuil, petugas kuil memberikan sarung untuk dipakai para turis yang datang mengenakan celana pendek. Saya memilih menyampirkan jaket saja. Masuk ke sini gratis.
Krabi

Krabi

Krabi

Kami terlebih dahulu melihat kawasan sekeliling kuil. Ada banyak patung Buddha berukuran raksasa di kawasan tersebut. Cukup mewah, karena semuanya bersepuhkan emas.
Krabi
TANGGA menuju puncak.
Krabi
PUNCAK Wat Tham Sua. Picture source: Tourism Krabi.
Ada dua tangga di kawasan kuil ini. Satunya, tangga dengan 1.237 anak tangga di sebelah kiri menuju puncak Wat Tham Sua. Sementara di ujung kuil bangunan berwarna merah ada juga ratusan anak tangga. Tangga itu menuju gua, kompleks meditasi para biksu di hutan tropis dengan puluhan gua dan ratusan pohon berusia ratusan tahun.

"Pilih ke puncak atau naik ke hutan? Tapi nanti kita turun ke lembah lagi lho dari puncak," tanyaku ke Zikria.

Sempat dia tak yakin dengan mengatakan akan menunggu di depan kuil saja. Namun, akhirnya Zikri mengikuti pilihanku mendaki menuju kompleks meditasi di lembah yang penuh tanaman hijau dan karst yang indah.
Krabi
TANGGA di sebelah kiri kuil merah ini, itulah rute yang kami pilih menuju hutan tropis tempat puluhan kuil di Krabi.
Puluhan anak tangga pertama berhasil dicapai. Namun untuk selanjutnya, kaki mulai lemah. Keringat mengucur deras. Melihat kembali ke bawah, perjalanan sudah kepalang tanggung. Akhirnya memutuskan mencapai puncak meski jadi sering-sering istirahat mengembalikan nafas sambil berpegangan ke tiang penyangga.  Zikria pun demikian. Setiap ia berhenti mengambil nafas, saya menyemangatinya.

Tiba di puncak, di sana ada kuil kecil berbentuk lonceng bersepuhkan emas. Dari sana, pemandangan hutan tropis lebat dengan aneka tebing karst hijau yang puncaknya tajam menyajikan keindahannya.

Berhenti di situ saja? Tidak. Dari puncak, kami kembali turun menuju lembah tempat puluhan tempat meditasi berada di gua di kawasan hutan. Mudah, karena sudah tersedia tangga turun. Lebar-lebar dan sedikit lembab dan licin. Harus hati-hati.
Krabi
ALTAR utama Buddha di tengah hutan, di bawah tebing karst.

Krabi
PAKAIAN para biksu di belakang altar.
Kawasan ini tak seramai turis yang memilih menaiki tangga ke puncak Wat Tham Sua. Tapi kami merasa beruntung memilih tempat ini. Mengapa? karena di sini, suasananya cukup sejuk, tenang, dan damai. Hingga kami tiba di altar utama Buddha, di sana terpanjang tengkorak dari seorang biksu yang meninggal saat bermeditasi di sana.  Hati saya langsung tak tenang. "Baca di ulasan traveling, kawasan ini memang keramat," ujar pria bule asal Belanda yang kami temui bersama dua putri kecilnya.

Kami akhirnya berbincang ringan sebentar, karena menolong satu dari putrinya yang hampir tergelincir saat memasuki gua. Agak licin akses ke gua itu.

Krabi

Krabi

Krabi

Krabi
CUCI tangan dan basuh muka di dalam gua.
Karena ada mereka, saya pun menjadi tak terlalu takut lagi. Kami terus melanjutkan perjalanan menyusuri gua. Di gua itu, ada bekas jejak harimau. Bahkan di sana, diletakkan tiga patung harimau kecil serta satu tikar dan aneka dupa dan bunga-bunga bekas orang sembahyang dan meditasi. Mungkin, baru saja biksu selesai meditasi di sana.

Suasana di gua ini sangat tenang namun sedikit mencekam. Pemandangan hijau dari dalam gua yang lembab dengan beberapa stalaktit dan stalagmit menjadi pengalaman tak terlupakan. Bunyi air yang jatuh dari atap gua yang berlangsung selama bertahun-tahun membuat bentuk beberapa batu di kawasan itu menjadi unik.

Krabi
POHON berusia ratusan tahun. Ini baru akar doang sik. 
Dari gua, kami melanjutkan perjalan kembali menyusuri hutan. Hingga kami diperhadapkan dengan beberapa pohon raksasa yang tingginya menjulang menyamai tingginya tebing karst di kawasan Andaman. Keunikannya dimana? di akarnya yang membentuk kipas raksasa. Sudah lumutan, dan bahkan tingginya lebih dari ukuran manusia dewasa. Di kawasan itu, tertulis keterangan, usia pohon itu sudah lebih dari 100 tahun.

Suasana segar di lembah tersebut membuat kami lupa waktu bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 13.00. Kami pun memutuskan untuk kembali ke kawasan utama kuil Wat Tham Sua. Dengan mengikuti rute saat pergi di awal, dari hutan, kami kembali mendaki ratusan anak tangga, dan turun tangga kembali menuju kuil utama.Perjuangan naik dengan merangkak, karena tungkai kaki seolah patah akhirnya terbayar dengan pengalaman indah, mampu menantang adrenalin.

Setelah dari kuil itu, kami memutuskan makan siang dengan nasi dan seporsi besar tom yam di warung pinggir jalan, sebelum melanjutkan perjalanan ke Emerald Pool di Klong Thom. Total perjalanan kami hari itu sekitar 67 kilometer dikali dua, melewati tiga distrik sampai akhirnya kembali ke Pak Nam. Ah Krabi memang fantastis.(***)

1 comment :

  1. ini seriusan hilang dari otak kak nama lokasinya hahaha nanti zik buat juga versi panjang wkakaka

    ReplyDelete

Designed by catatan traveler | Distributed by catatan traveler