Surat Buat Ibu Susi Pudjiastuti

Pulau Sebangmawang, Kepulauan Natuna, Indonesia. Gudang tangkapan kapal nelayan China, Vietnam, Malaysia dan Thailand.

Dear Ibu Susi (kali ini serius).
Selamat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan.

Bu, saat ini banyak yang pro kontra mengenai "ibu kok bisa jadi Menteri padahal ga dpt ijazah akademis mentereng". Saya ga peduli itu bu, track record ibu yang pernah saya tonton di televisi asing, sebagai warga negara dunia ketiga tapi ahli koordinat navigasi kewilayahan, membuat saya (warga biasa) yakin ibu bisa mengemban amanah ini dan memperbaiki tata aturan, mengamankan kekayaan dan garis wilayah maritim kita.

Dear ibu, saya pernah bertemu ibu (kalau ga salah waktu ada perkenalan Susi Air sbg passenger plane di 2008 or 2009 di bandara hang nadim. Waktu itu, status saya masih CR alias calon reporter. Ikut mewawancarai ibu bersama para reporter lokal lainnya).

Bu, saya sengaja meng-attach- foto ini. Lokasinya berada di Pelabuhan Pulau Sebang Mawang, Kepulauan Natuna, Indonesia. Menuju kesini sekitar 1,5 jam dari Ranai, trus naik kapal lagi dari Selat Lampa. Ah, tak perlu saya jelaskan mendetail, mungkin ibu yang ahli transportasi perintis sudah tahu dan mungkin, barangkali sudah pernah kesini.

Bu, foto ini saya abadikan saat sedang bertugas peliputan ekspedisi Mengawal Rupiah ke Pulau Terluar bersama BI dan AL negara kita, November 2013 lalu.Hampir setahun memang ini foto. Namun, seperti yang ibu lihat, di foto itu, di perairan jernih Natuna itu, ada beberapa kapal. Ibu liat kan? Itu kapal-kapal pencuri ikan dari negara lain bu yang ditangkap anggota marinir saat mereka tengah beraksi mencuri ikan dan memasuki perairan negara kita. itu kapal, persis seperti kapal nelayan Vietnam, yang pernah saya lihat langsung di desa Muoi Nelayan di Phan Tiet, Provinsi Mui Ne, Vietnam.

Tapi info dari AL kita, benar, kebanyakan kapal2 yang disita itu berasal dari Vietnam, Thailand, atau bahkan ada yang dari China/Tionghoa juga lo bu. Parahnya, negara tetangga terdekat kita, musuh bebuyutan serumpun sama seperti Argentina Bebuyutan ama Brazil, Negara bersimbol harimau itu lebih sering mencuri di perairan kita, bahkan dengan pedenya menyatakan itu hasil laut mereka. Kan bangs*t seperti itu bu (maaf membahas negara satu ini, saya emang langsung high explosive bu)

Bahkan saat sehari setelah mengabadikan foto ini juga, malamnya, bersama anggota TNI AL sehabis makan malam dari desa sebelah, saya juga bertemu dua warga asing yang baru saja diamankan. Kepada petugas, katanya mereka dibuang ke laut, tapi saat itu saya ga yakin bu. Dalam hati aku mengatakan "Pasti mereka bagian dari komplotan pencuri ikan di Perairan Natuna".

Bu itu sekelumit ceritaku. Tujuannya?? Saya ingin wilayah perairan kita di perbatasan (yang kaya banget akan sumber daya alam n wilayahnya yang sungguh sangat indah) dikelola dan diperhatikan lebih serius bu.

Bayangkan berapa kerugian negara akibat ilegal fishing. Bayangkan betapa ruginya kita tak mengelola wilayah perbatasan menjadi sektor pariwisata. Padahal, sebagian besar perbatasan kita memiliki alam yang luar biasa indah (zamrud khatulistiwa itu benar-benar negara kita bu) tak ada bandingnya dengan negara2 tetangga di Indochina yang berhasil menjual alamnya. Sebut saja Vietnam dan Thailand. Wilayah kita masih jauh lebih bagus bu. Tinggal poles sedikit saja, maka seluruh dunia akan lebih mengenalnya lagi. Oh ya, saran saya, bekerjasama saja dengan swasta, tapi dengan catatan jangan ada pengkotakan/pemetaan, biar nasibnya tidak seperti kawasan turis di Lagoi, Bintan. Pantai-pantai menjadi milik resort, dan transaksi tak menganggap RUPIAH, sebagai mata uang negara.

Bu, selain Natuna, perhatikan kepulauan Anambas dan sekitarnya juga yak bu. Sumber alam yang kaya tak menjamin warga disana sejahtera bu. Akibat sulitnya transportasi kepulauan, hasil laut tak ada nilainya, tapi harga sembako membubung tinggi. Apalagi saat jelang musim angin utara saat ini. Saya pernah menangis di Jemaja, saat berbincang dengan seorang bapak penjual sembako dan sayur mayur. 5 biji cabe kering (yang di kampung saya itu tak terpake lagi karena dianggap busuk) dijual Rp13 ribu. "Musim angin utara, apa2 mahal. Stok sembako menipis, belum tentu pasokan datang tepat waktu. Ombak kan tinggi" ujar bapak penjual itu kepadaku.

Dear bu Susi, ini cuma sekelumit cerita dari pulau2 terpencil kita ( yang menurutku) yang mempesona ini. Saya jatuh cinta dengan keindahan negara ini, dan sangat bersyukur menjadi warga negara Indonesia ini. Bu, saya berharap, di tanganmu kami melihat perubahan. Lima tahun bukan waktu yang cukup, setidaknya, sebagai anak negara saya ingin melihat POLESAN terbaru dari kawasan terluar kita, memperkuat jati diri kita sebagai negara bahari/kepulauan yang kaya, yang bisa mensejahterakan rakyatnya. 

God bless you bu, selamat bekerja demi Indonesia baru untuk anak-anakku nanti.

Lots of love with warm regards,
Chahaya O Simanjuntak

23.20 pm (29/10/2014)

Post a Comment

Designed by catatan traveler | Distributed by catatan traveler