Petualangan ke Pulau Penyait Layar dan Sekitarnya di Batam


Pulau Penyait Layar
  Setiap perjalanan selalu punya cerita, dan setiap cerita selalu punya kenangan. Itulah alasanku menulis hasil perjalanan yang kualami, kunikmati hingga suatu saat aku kenang kembali lewat membaca tulisan di blog pribadi ini. Inilah alasanku juga membuat blog, menuangkan pengalaman yang disimpan di pikiran, menjadikannya sebuah cerita.

INI cerita perjalananku mengelilingi empat pulau tak berpenghuni plus satu pulau berpenghuni di Pulau Setokok (kunjungan ini mendadak gegara kami kehabisan air mineral. Masa haus disuruh minum air laut? :/ ) di jajaran pulau di sekitar Batam, Sabtu, 30 Mei 2015 lalu.

Yep, kami mengadakan islands hoping bersama enam rekan ke lima pulau yang ada di perairan Kepulauan Riau. Perjalan kami dimulai pukul 08.00 pagi. Bersama rekan, kakak Rina Simanungkalit, kami berangkat menuju kawasan Barelang. Bersama rekan lainnya, mak Asih & dua rekannya, bang Bagir bersama teman yang datang dari Padang, Ido. Kami bertemu di Pelabuhan Nara Singa atau jembatan dua Barelang, setelah sehari sebelumnya sepakat menjadikan tempat itu sebagai meeting point sebelum berangkat ke pulau.

Penikmat pantai, itulah yang terpikirkan saat itu, tapi Tuhan memberikan bonus menjadi penikmat pulau. Why not, selain menginjakkan kaki di pantai dengan aneka jenis pasir, menikmati langit biru menyatu awan putih sampai membuat gila karena seolah ingin terbang mengambil awan yang seperti gulali itu. Tak hanya itu, makin komplit-lah aku sebagai penikmat pulau, karena sejauh mata memandang, dimanjakan dengan air laut jernih gradasi toska, serta deburan ombak menyentuh kaki. Panasnya cuaca siang itu tak kuhiraukan, terlalu asyik menikmati euforia alam itu.

"Tuhan, Maha sempurna Engkau menciptakan alam seindah ini. Maha asyik Engkau mengizinkanku menikmatinya,"

Begitu ujarku dalam hati. I thank God, nikmatnya alam semesta dengan paket yang komplit memanjakan seluruh inderaku. Ya sesederhana itu aku menjadi pengagumNya.

The adventure begin.. Kami bertemu pak Daud. Oh ya, Islands Hoping kali ini, kami menyewa satu long tail boat atau pompong. Pompong tersebut milik pak Daud. Dia berprofesi sebagai penambang pompong sekaligus nelayan sehari-harinya.

Kami pun berangkat.... yu huuuuuuuuu..Tujuan pertama kami ke Pulau Bukit. Pulau ini adalah rekomendasi salah satu rekan group perjalanan di WhatsApp, Anak Pulau. Kak Lina namanya. Katanya pulau ini indah, pantainya putih dan kalau lagi surut banyak rajungan. Maka terjadilah rencana menaklukkan pulau ini dan pulau-pulau lainnya.

1. Pulau Bukit

Deru mesin pompong yang memekakkan telinga pertanda perjalanan kami membelah air laut dimulai. Deburan air pun pecah. Di sekeliling kami, hanya ada laut, dan beberapa pulau di kejauhan.
Aku duduk paling belakang, dekat dengan mesin kayuh dan pak Daud. "Itu pulau Bukit," ujarnya sambil menunjukkan pulau dengat kontur bukit di kejauhan. Saya hanya mengangguk dan tersenyum.

Pulau Bukit
  "Mengapa namanya pulau Bukit pak?," tanyaku. Ia menjawab tak tahu, lalu buru-buru ditepisnya dengan jawaban bisa jadi pulau tersebut satu-satunya daratan yang paling tinggi alias berbukit di antara pulau yang ada di sekitarnya. "Oh masuk akal. Hmm jadi begitu ya pak," timpalku.


Tak sampai 15 menit. Kami tiba di pulau Bukit. Tahu ekspresiku pertama kali saat akan lompat dari pompong? awesome. Pulau kosong ini, pulau tak berpenghuni ini benar-benar keren. pasir pantainya putih banget, lembut kaya tepung. Hanya tercemar sedikit dengan serpihan-serpihan batang kelapa yang membusuk, sehingga ada endapan hitam tipis di bibir pantainya. Selebihnya, ke to the ren, KEREN.

Pantai di Pulau Bukit
 Disini, kami tak menemukan pohon kelapa yang sedang berbuah. Hanya ada beberapa pohon kelapa gundul, yang dengan gentleman tetap berdiri kokoh meski dahan dan buahnya sirna, sama sirnanya dengan harapanku menikmati segarnya air kelapa di pulau kosong.

Di pulau pertama ini, kami menikmati potluck yang kami bawa ditambah (lagi-lagi) kak Rina membuatkan kami teh manis rasa cinta. hahaha.. Sambil memanaskan air putih, kami berdiskusi. Kali ini, pembahasan diskusinya agak tingkat tinggi. Dibutuhkan nalar, logika, kontrol emosi dan kekuatan iman yang seimbang dalam membahasnya. hahahah...

Di pulau ini, kami juga sempat keliling ke sisi lainnya. Maksud hati ingin sekaligus hiking ke puncak bukitnya, menikmati apa yang alam hamparkan dari atas sana. Apa daya, tak ada akses. Bahan untuk membuka akses pun tak ada. Jadilah kami hanya menikmati sebagian keindahan sebagian sisinya yang juga menawarkan keindahan. Melewati bebatuan karang berwarna coklat kemerahan yang tergerus lancip tumpul akibat abrasi pasang surut, menuju sekelompok kecil tumbuhan bakau ( mangrove ).

Di kawasan mangrove ini, kaki pun dimanjakan dengan gigitan ikan-ikan kecil. Disini, kami bisa melihat sekumpulan ikan cucut di air laut yang dangkal. Kami mengabadikan foto kami disini sebelum akhirnya beranjak menuju pulau yang kedua. (Oh ya, saat pompong sudah berlalu dari pulau ini, satu rekanku, bg Bagir mengalami sindrom lupa. Ia lupa membawa pulang kamera Sonynya yang ia beli di Madrid. Terpaksalah kami putar haluan lagi, balik ke pulau. Mungkin karena sering lupa ini kali yak, sehingga ia lupa punya pacar, makanya jomblo melulu ampe sekarang.. hahaha)

2.Pulau Penyait Layar

 Kali ini, pompong bergerak ke arah utara. Yep, dari kejauhan kami melihat garis putih panjang dengan rayuan pohon kelapa. Kami pun meminta pak Daud membawa kami kesana, ya, ke Pulau Penyait Layar.
Menuju daratan di Penyait Layar
 Sekitar 10 menit dari pulau Bukit, kami tiba disana. Karena air laut yang dangkal, dan takut merusak mesin, pompong kami pun berhenti sekitar 50 meter dari daratan. Kami pun berjalan dari laut menuju ke pulau. Dari kejauhan, pulau ini menawarkan sejuta keindahan. Tapi nyatanya, hanya 30 persen adanya. Garis pantai yang kami lihat dari kejauhan, semakin dekat semakin menunjukkan keasliannya. "Ternyata ini semua hanya ilusi," ujar rekan Bagir, yang langsung kami sambut dengan gelak tawa.

Meski putih, pasirnya kasar karena sebagian besar materialnya adalah flankton atau kumpulan mahluk dan biota laut yang sudah membusuk, pecah, hingga menjadi serpihan-serpihan kecil. Bagi Anda yang ingin berkunjung ke pulau ini, disarankan bawa alas kaki, karena sakit dipijak, dan panas saat cuaca panas melanda.

Disini, kami menemukan puluhan pohon kelapa, tapi lagi-lagi tak berhasil mendapatkan buahnya. wkwkw. Di pulau ini, kami juga menemukan sampah rumah tangga. Sebut saja, pampers bayi, kaleng minuman mineral, kotak bedak, plastik, botol minuman keras yang sudah pecah, dan aneka sampah lainnya. Apa pernah ada orang lain yang berkunjung dan berkemah di pulau kosong ini lalu meninggalkan sisa sampahnya? Entahlah. Bisa jadi ini sampah yang terbawa arus saat pasang. BISA JADI.

3.Pulau Laut

Disinilah kami menghabiskan sebagian besar waktu kami. Tiduran langsung di pantainya yang berpasir putih dan teduh karena pohon berdaun rindang. Kami makan siang dengan bekal yang kami bawa disana.
Pulau Laut
Pulau ini sangat kecil. Bisa dikelilingi hanya sekitar 40 menitan. Tapi pemandangan yang ditawarkan sangat menarik sekali.

Menurut informasi pak Daud, pulau ini telah dibeli dan menjadi pulau pribadi salah seorang dokter spesialis yang terkenal di Batam. "Really pak? emang pulau-pulau ini bisa dibeli? belinya sama siapa?" tanyaku polos sambil memaki pemangku jabatan di kota ini dalam hati.

Di pulau ini sudah ada dermaga yang tampaknya belum 100 persen pembangunannya kelar. Banyak pohon rindang di pulau ini. Pantai pun bersih dan sudah ada satu pondok dekat pantai, serta tangga menuju gedung utama ke arah dermaga.
Anak mudanya, eh yang nulis ini blog di tebing mini.
 Di sisi belakang pulau ini ada kumpulan batu karang merah yang menyerupai tebing mini. Konturnya yang bertebing-tebing membuat pemandangan jadi indah, tapi tetap harus ekstra hati-hati melewatinya. Silap sedikit, tergelincir, bisa terluka. Tak hanya itu, di bagian lainnya terhampar mangrove. Akar-akarnya yang saling mengait kuat, membuatku menikmati bisa tiduran, melihat langsung sinar matahari yang menembus di celah dedaunan mangrove. Amazing.
Headstand..hahaha

Sinar menembus celah dedaunan
 Tiba-tiba, gonggongan dua anjing pun terdengar lagi. Gonggongannya sama keras saat kami hendak merapat ke pulau ini. Makin mendekat. Rasa takut, tapi bersama rekan masih sempat bercanda "Bawa batu aja, nanti kalau mendekat lempar baru lari," ujar kak Rina. Ngakak dong yak, bisa dibayangkan usai melempar anjing itu, kami berlari. Okelah beberapa berhasil, tapi yang punya badan subur kaya kami ini gimana dong? #NOMention yak mak Asih.. (no mensyen kok ama mak Asih..hahahah)...


BERSAMBUNG....


Next: Aura Horor Makam di Pulau Galo Laut....


Warm Regards,
COS,
Selasa, 9 Juni 2015

1 comment :

Designed by catatan traveler | Distributed by catatan traveler