BERTEMU 'BAIK' (My 1st day Backpacker Journey in Uncle HO's city)

Terimakasih Tuhan... itu yang pertama aku ucapkan setelah pesawatku, mendarat dengan selamat sejahtera di Than Son Nath International Airport, Ho Chi Minh, sekitar pukul 16.00 pm hari ini.

Sehari sebelum berangkat, kepalaku kambuh lagi. Bagian belakang berat, tapi aku membawakannya saja, mengajak Nora, sahabatku, menemaniku makan sore, dengan pikiran, biar besok pagi, tak usah sarapan, langsung ke pelabuhan saja.

Tiba di rumah, aku pun tak langsung packing, beristirahat sejenak. Sakit kepala tak kunjung hilang. Berpikir, kalau tak packing malam ini?, kapan lagi. Ya udah, aku pun mulai packing, mengamankan pasport, uang dan juga tiket kapal dan pesawat ke dalam satu tempat, lalu packing yang lainnya.

Packing hampir sejam, sakit kepala tak kunjung hilang, aku pun memutuskan mandi dengan harapan, itu bisa menyembuhkan setelah diguyur air, lalu tidur.

Sabtu, 26 Oktober 2013: Pukul 6.30 WIB, aku bangun. Doa pagi, lalu beranjak mandi.
Diantar sahabatku, Nora, aku berangkat ke pelabuhan Batam Center, karena pesawat yang akan membawaku ke Ho Chi Minh, terbangnya via Singapura.

8.00 WIB, tiba di pelabuhan. Ada masalah sedikit, karena kru Batam Fast awalnya tak memperbolehkanku check in 8.20 dan bersikeras harus berangkat pukul 9.50. Membuat pembelaan, bahwa sejak malam sebelumnya hingga tadi pagi pukul 6.30 sehabis bangun, aku mencoba menghubungi kru untuk check in by phone, tapi tak ada yang angkat. Ya sudah, mereka pun memperbolehkanku check in 8.20 dan akhirnya cusssssss..berangkat.

Tiba di Singapura, langsung menuju Bandara Changi. Lagi-lagi, ada gangguan sedikit, sesuai tiket yang aku pesan, bagasi kabin hanya diperbolehkan 10 kg saja, lewat darisitu, kena biaya charger 20 dolar/kg. Deiimmmmm, barang bawaanku, dua tas: 1 backpack, 1 tas tenteng, beratnya 10.8 kg. Beruntung, Yvone, kru Jet Star membebaskanku dari biaya 20 dolar ini. Thanks God.

Lewat gate D-47, aku pun berangkat. Tiba di Bandara Than Son Naht dengan selamat. Berdasarkan buku panduan hemat, aku lebih memilih public bus 152 daripada taksi. Biayanya lebih hemat. Aku hanya membayar VnD5.000 (setara Rp2.500) dari bandara ke kawasan Pham Ngu Lao sekitar 30 menit perjalanan. Sangat murah bukan?

Di bus, aku bertemu dengan warga lokal, Luang namanya. Perempuan manis, berambut panjang diekor kuda berusia 25 tahun. Dia masih mahasiswa. Aku tak tahu jurusannya, karena dia tak bisa menjelaskannya dalam bahasa Inggris.

Bertemu dia, aku mengatakan ingin ke kawasan Pham Ngu Lao, dengan ramah dia mengatakan dia juga ke ke kawasan itu, karena dia tinggal disana di rumah nomor 295. ' you can be together with me," ujarnya sambil tersenyum ramah.

Dia ingin sekali ngobrol banyak denganku, dan sebaliknya, aku pun ingin sekali ngobrol dan bertanya tentang banyak hal mengenai kawasan Ho Chi Minh kepadanya. Tapi karena bahasa Inggrisnya yang terbatas, dan bahasa Vietku yang hanya tahu dua kata ; Toi ten la: Chahaya dan Kam en, ya sudah kami hanya saling senyum.

Dia pun menanyakan aku menginap dimana? aku jawab tidak tahu, karena memang belum booking penginapan. Aku pun menunjukkan alamat penginapan sesuai buku panduan backpacking kepadanya. Dia pun mengantarkanku kesana. Baiiiik sekali, ramah sekali. Aku ingin memeluknya, she looks like my angel hero in lost city. Dia langsung pergi, saat aku check in di Ngoc Tao Hostel di De Tham. Aku pun langsung keluar memanggilnya. "Luang!!! where r you? jangan pergi dulu, aku belum mengucapkan terimakasih kepadamu". Dia pun menjawab, "Oke..sambil menunduku beberapa kali, dan bilang bye-bye, thankyou" (Aku mengartikannya: oke, tidak apa-apa, senang membantumu, berkenalan denganmu.. sampai bertemu kembali...ah, sok teu ah gue..hahahaha). Lalu aku pun berteriak, 'Luang, i am Cahaya, the Indonesian you r helped. can i visit your home in Pham Ngu Lao?". Sebelumnya dia menunjukkan rumahnya di gang sempit di Pham Ngu Lao. Aku berjanji, sebelum aku pulang ke Indonesia, aku harus mengucapkan terimakasih padanya. Minimal kasih sesuatu dari Indonesia gitu..hehehee...

Beristirahat sebentar di kamar, lalu turun kembali ngobrol dengan pemilik hostel, Tom.  Mengajaknya ngobrol, seolah mengajak teman lama. Dia tampak lancar menjelaskan rute kawasan kota ini, menyarankan lebih baik jalan kaki mengunjungi distrik 1 (pusat wisata di pusat kota Ho Chi Minh), dan juga untuk berhati-hati menjaga barang saat jalan. "Hei, kameramu jangan tenteng di samping, gantungkan di leher. Jaga tasmu, selalu waspada". Duuuh Tom, sebegitu berbahanyakah Ho Chi Minh? ah tapi itu demi kebaikan dan keselamatanku di kotanya paman Ho ini.

Selain itu, dia juga menjelaskan paket tur lokal yang sangat murah ke Chao Dai dan Cu Chi Tunnel. Wisata sejarah, jejak perang Vietnam yang dijajah Amerika, serta mengunjungi agama unik di kuil Chao Dai. Sesuai penjelasannya, kalau jalan sendiri kesana bakal ribet dan biaya yang banyak, ya udah jadilah mengambil paket one day tour. (Lagian cuma 7 dolar US kok, udah sikaaattt). Dia juga menawarkan tiket murah ke Kamboja, hanya 10 dolar kepadaku. " Percaya samaku, ini harga paling murah. Soalnya aku sangat terkesan dengan tiga tamu Indonesia yang pernah menginap disini, mereka sangat ramah, mau berbagi informasi tentang Indonesia, makanya aku kasih harga ini," ujarnya. (oh terimakasih Tom, terimakasih rekan pejalan dari Indonesia, karena kebaikan kalian, aku mendapatkan tiket murah. Tapi ga langsung percaya juga, saat mencari makan malam di kawasan Bui Vien, aku pun keluar masuk tour and travel, biasa,, tanya-tanya harga dan perbandingan.. Bener, dia lebih murah dari yang lainnya, lebih murah 2 dolaran seh dengan bus yang sama. Ya udah Tom, besok aku ambil deh..hehehe).

Lanjut besok yak....

(Sambil ngunyah buah peach yang aku beli di jalan seharga VnD 20.000, aku mengetik ini).

With love in backpack :)

Chacya

H0 Chi Minh City,
Saturday, Oct,26,2013
9.13 pm

Post a Comment

Designed by catatan traveler | Distributed by catatan traveler