Kulminasi

Dalam minggu ini, aku diberikan berbagai perasaan yang menggugah pikiran, serta pengalaman yang mengaduk-aduk emosi.

Menjadi rentan 'high explosive' ketika melihat sebagian dari kehidupan yang kunikmati menjadi berbeda.

Mandi barusan, di ruanganku membasuh diri itu, aku tertegun, melintasi alam pikiran yang awalnya tak pernah kupikirkan terjadi menjadi terjadi. Heran saja, melihat teman yang kuanggap kakak, yang awalnya aku mengetahuinya sebagai pribadi yang lembut, legawa, tiba-tiba berubah menjadi monster yang mengerikan. Tampangnya yang menjadi kejam, masam penuh amarah, serta cara bicara ketus, dan  (ini yang tak pernah terpikirkan bakal datang dari dia) tak menganggap. Berdua dengan sahabat, maksud hati berbagi dengan membawa makanan dan minuman untuk dinikmati bersama. Nyata-nyata ditolak dengan cara tak menyenangkan dan akhirnya memilih pulang.

Tak mengerti kejadian seperti apa itu, bahkan sampai sekarang, aku menganggapnya masih bagian dari mimpi. Tak menyangka.

Tak ada yang kebetulan. Kebetulan, menurutku cara pendekatan Tuhan untuk mengingatkan, memberi tanda. Kami mengalami hal itu, tentu ada jawaban nanti.

Berkaca ke diriku, memang diciptakan sebagai manusia petualang, hobi keluar rumah, suka berdiskusi tak kenal waktu. Bisa saja, mereka bosan, lalu menunjukkan sifat seperti itu untuk menyadarkanku. Aku tak mau melihat negatif dari kejadian itu, positifnya, ada nilai moral terselubung. Bisa saja itu bagian dari kulminasi kekesalan mereka, tak berani mengungkapkan, tapi nyata menunjukkan. Hebat.

Bisa jadi juga, itu bagian kulminasiku. Sang Maha mengingatkanku, selama ini aku sudah terlena dengan nikmatnya mempermainkan keseriusan alam, tidak serius menyukuri pekerjaan, sakit sedikit, izin. Malas bertemu klien, mencari-cari kesalahan untuk menolaknya, lantas batal, lalu menikmati waktuku. Iya, selama ini waktuku menjadi tak berharga, hanya dilingkupi mereka, lingkungan dan kemalasanku.

Aku menjadi kehilangan kendali, memilih pindah tempat tinggal lebih jauh dari yang dulu hanya untuk mempererat rasa hedonku,  memperkaya bacotku, menumpulkan pikiranku, yang tanpa kusadari, telah menjauhkanku dari fokus hidupku.

Sering aku berbagi dengan mereka, ada kepuasan singkat, dan nyata-nyata aku melupakan aku sendiri.

Saat ini, malam ini, aku mengukur diriku.
Sudah terlalu malas
Sudah terlalu banyak kesombongan, keangkuhan,
Sudah terlalu banyak membohongi perasaan.

Aku ingin sendiri
Dari pengalaman itu, aku jadi mengetahui, masing-masing orang punya privasi, ingin menikmati waktu sendiri.
Dari pengalaman itu, aku belajar tidak membalas, tapi mengontrol emosi.
Dari pengalaman itu, menyadari keras kepala dan mengeluh tak layak jadi bagianku.
Dari situ aku bertahan, bahwa aku hanya boleh berpijak pada kakiku sendiri
Dari situ, aku membaca, bahwa itu adalah warna-warni dalam sebuah hubungan pertemanan di dunia.

Kulminasi ini,
Semoga bisa membawaku ke arah cahaya yang lebih baik.
Selalu menyukuri atas apa yang terjadi
Dan berkaca, berkaca dan berkaca untuk melihat siapa yang layak disebut teman, serta
Menyadari apa yang kuperbuat negatif dan positif selama ini.
Dan belajar melihat situasi, terlalu erat dan percaya berlebihan, bisa mengubah sifat dan sikap dasar seseorang.


Regards,
COS, 11.02 pm
BI, Augt, 302013

Post a Comment

Designed by catatan traveler | Distributed by catatan traveler