Kohei Tsukada di Downtown Rocket


Source by Japan Real Times
PERTEMUANKU dengannya merupakan pertemuan tak disengaja, yakni saat bosan melihat channel negeri sendiri, lantas diperhadapkan dengan pilihan channel WakuWaku Japan tv.

Mata ini pun langsung tertarik saat diperhadapkan dengan tayangan Ginza, shopping city terbesar dan termahal di Tokyo. Ya maklum, seolah dibawa flashback saat kunjungan kesana akhir Oktober tahun lalu. Usai tayangan tersebut, channel ini pun menayangkan sebuah film berjudul DOWNTOWN ROCKET yang menayangkan peluncuran roket oleh seorang insinyur, anak pengusaha pemilih perusahaan Tsukada.

Awal peluncuran berjalan lancar, ia sempat mendapat pujian, hingga akhirnya setelah terbang, roket tersebut bergerak tidak pada posisi garis yang telah ditentukan, malah hulu ledaknya menuju arah Samudera Pasifik. Pilihan terakhir oleh profesor pendamping insinyur tersebut ada menekan turn off, itu artinya, kandaslah roket tersebut. Pecah seperti kembang api di angkasa, dan kandas pula-lah si insinyur tersebut menjadi peneliti dan ahli roket Jepang.

Menyanjung budaya Jepang yang tinggi, setelah mengundurkan diri dan disalahkan atas kegagalan roket tersebut membuat malu harga diri negara Nippon, sang insinyur pun akhirnya berbalik, kembali meneruskan dan memimpin perusahaan kecil, PT Tsukada yang merupakan warisan ayahnya. "Jangan khawatir, tim peneliti telah aku tinggalkan, aku akan kembali menjadi pengusaha. Jangan takut, aku akan membiayaimu dan Rina (putrinya) juga," ujarnya sambil mengabaikan mantan istrinya.

Jadwal tayang sampe dibuat memo di samping tv.. :))
 Selama tujuh tahun memimpin perusahaan warisan tersebut di Sithamachi, di pinggiran kota Tokyo, sang insinyur pun berhasil membuat pendapatan perusahaan dua kali lipat dari perkembangan sebelumnya. Mereka kini memiliki modal 30 juta Yen dengan 200 karyawan tetap. Memang, masih kecil dibanding perusahaan berbasis teknologi lainnya di kota industri itu. Namun, siapa sangka, dibalik kepemimpinan sang insinyur itu, perusahaan itu mampu menciptakan teknologi mutakhir dan futuristik dan mematenkannya.

Siapa sang insinyur itu? Dialah Kohei Tsukada-san. Seorang shacho (direktur) yang gila penelitian akan luar angkasa, akan roket. Karena kegilaannya tersebut, ah atau lebih sopannya, karena ia tak pernah menyerah akan mimpinya, berhasil meluncurkan roket dari negara Jepang, maka sebagian besar untung perusahaan ia gunakan untuk penelitian dan menciptakan teknologi baru.

Perusahaannya pun akhirnya mulai mengalami kendala atas upaya penelitian teknologi baru. Bank Hasukui, yang selama ini mereka percayakan sebagai mitra kini meninggalkan mereka dengan alasan tidak dapat menerima penelitian yang berguna. Ya wajarlah yak, bank sebagai penyedia dana untuk pihak ketiga, akan selalu mengutamakan bisnis dan keuntungan di atas segalanya, dan otomatis menolak pengajuan pinjaman perusahaan tersebut.

Masalah tak hanya berhenti disitu saja. Disaat terbentur dana dengan biaya penelitian, perusahaan Tsukada pun harus menghadapi masalah baru, yakni gugatan dari perusahaan besar, PT Nakashima atas pelanggaran hak paten Stella Engine.

Perusahaan Nakhasima adalah perusahan berbasis teknologi dengan modal 600 miliar Yen dengan 15 ribu karyawan. Kalau berdasarkan hal itu, tentu perusahaan Tsukada akan kalah kan? Kok bisa? Nak, dalam kehidupan di semesta ini, hanya ada dua aturan yakni LOGIKA dan HUKUM. Nah, kalau 'dalam perusahaan, logika akan menjadi hal kesekian, semua hal dihalalkan asal tidak bermasalah dan bisa membayarnya di mata hukum'. Jahat banget yak!!!

Atas gugatan tersebut, Tsukada dengan para insinyurnya tersontak, kaget. Siapa yang mencuri hak milik siapa? Padahal menurut mereka, Nakhasimalah yang mencuri hak paten mereka, dengan menciptakan Stella Engine.

Benar saja, akal bulus Nakhasima menggugat Tsukada karena terkesiap dengan hasil penciptaan teknologi Tsukada, dan mereka mau menguasainya dengan kemenangan 'damai' hak atas saham Tsukada 51 persen, dengan begitu perusahaan yang mereka anggap kecil itu akan tunduk ke mereka. -TAPI lihatlah, tak selamanya semesta tunduk pada akal bulus-.

Nakashima menunjuk pengacara berpengaruh di Jepang, Kyoichi Nakagawa. Sementara itu pengacara Tsukada tetap mempertahankan pengacara sejak zaman ayahnya dan singkat cerita terkesan setengah hati mengatasi kasus tersebut dan akhirnya mengundurkan diri dengan pengakuan dia dibayar terlalu kecil.

Dibalik dana perusahaan yang hanya bisa bertahan setahun, itu pun setelah mencairkan dana jaminan di bank, satu persatu perusahaan mitra Tsukada membatalkan kontrak, demikian juga bank mitra memutuskan kerjasama pencairan karena lebih memilih Tsukada bergabung ke perusahaan Nakhasima untuk nama baik dan eksistensi bank tersebut. Jahat? Tidak, namanya dunia bisnis dan usaha. Lo untung, gue untung.-Lo jatuh, so sorry, kami cari nasabah lain. There is no friends in business, just called it colleagues-

Meski telah bercerai, dan hak asuh anak ada pada dirinya, Tsukada masih menjalin hubungan baik dengan mantan istrinya. Saat mantan tahu Tsukada sedang mengalami masalah perusahaan atas tuntutan Nakashima, sang mantan istri menawarkan pengacara bernama Kamiya Suichi, mantan partner Nakagawa-sensei.
Meski gengsi dan setelah mendapatkan penolakan dari berbagai pengacara di Tokyo setelah tahu lawannya Nakagawa, akhirnya Tsukada memberanikan diri meminta kontak Kamiya-san kepada mantan istrinya. In early story, Kamiya pun bersedia menjadi pengacara Tsukada dengan persyaratan, sebagai kliennya Tsukada harus siap menerima apa pun hasilnya, 80-20 alias 80 persen menang dan 20 persen damai.
Hampir menyerah, namun mimpi dan dukungan orang-orang yang peduli menguatkannya hingga akhirnya menggugat balik.
 Meski tak paham teknologi, Kamiya pun minta delik kasus penyalahgunaan teknologi tersebut, mempelajarinya lantas memberi saran kepada pihak Tsukada supaya merilis ulang hak paten teknologi yang mereka ciptakan. "Perhatikan semua detailnya, bahannya dan berbagai bentuknya, dengan begitu tak ada lagi yang berani mencuri hak paten tersebut seperti yang Nakhasima lakukan saat ini kepada kalian," pintanya.

Dalam kesempatan yang sama, Nakhasima sengaja mengulur waktu persidangan hingga modal Tsukada habis dengan harapan mereka akan memenangkan gugatan.

Di pihak Tsukada, sang pengacara Kamiya pun kembali menawarkan. Lebih tepatnya atas dasar belas kasihan. "Damai, lebih baik menyerah daripada perusahaanmu mengalami kebangkrutan. Pikirkan karyawanmu juga. Biarkan Nakhasima mengambil 51 persen perusahaan ini. Saya pernah mengatasi kasus seperti ini, mereka tak mau berdamai dan akhirnya bangkrut, Nakashima menang," ujarnya.

"Kecuali kalian memiliki dana 300 juta Yen untuk dana dua tahun sampai masalah ini selesai, Anda bisa menolak gugatan. Berikan jawaban ini dalam waktu tiga minggu," ujar Kamiya menyampaikan.

Baik Tsukada dan para rekannya pun mengalami mumet luar biasa sambil teris berusaha mendapatkan sokongan dana. Hampir mendapatkan sokongan dana dari Badan Investasi Nasional, tapi nyatanya dibatalkan sesaat setelah ia menyampaikannya kepada karyawannya. Tsukada merupakan bos yang sangat menghargai karyawannya. Atas masalah pelik ini, ia mengumpulkan karyawannya, menyampaikan masalah secara terbuka, lalu minta maaf. - Bisa jadi ini gambaran sebagain besar perusahaan di Jepang yak? Karyawannya sangat dihargai dan dipersilakan memberikan pendapat -

Kohei Tsukada ( yang diperankan oleh Hiroshi Abe) seorang aktor Jepang kelahiran Yokohama, 51 tahun yang lalu. (source by wikipedia )
Berusaha sana-sini, tidak menghasilkan apa-apa. Sambil menikmati kue beras manis atau Angko - duh jadi kangen makan angko di Distrik Gion -, Tsukada meminta maaf kepada salah satu insinyurnya, Yamazaki yang telah setia bersamanya membesarkan perusahaan dan turut meneliti. Demi roket, gabungan dari teknologi dan imajinasi manusia itu, ia hampir menenggelamkan perusahaannya sendiri. Menyerah.

Yamazaki meminta, apabila ada pengurangan karyawan dalam bagiannya, hendak dialah terlebih dahulu yang dipecat. Lantas ia pun mempersilakan Yamazaki-san, memakan kue angko di ruangannya. "Ini diberi orang tadi," ujarnya.

Tahu sejarah kue angko ini? Tanyanya kepada Yamazani. Ini dibuat pertama kali oleh seorang nenek tua di zaman Edo. Saat itu musim dingin, ia tak punya uang membeli makanan. Akhirnya ia menumbuk beras menjadi tepung, dan memasukkan angko (kacang manis) ke dalamnya dan hingga kini menjadi jajanan khas di Jepang hingga sekarang. "Itulah penemuan, lahir di tempat yang tidak disangka-sangka dan dalam kondisi yang tak terduga seperti yang kita alami sekarang ini," ujarnya.

Suasana pun sempat emosional. Mereka berdua menangis dalam keterpurukan mempertahankan perusahaan.

Demikian juga halnya dengan Tonomura-san, seorang pejabat bank yang akhirnya mengundurkan diri dan bergabung ke perusahaan Tsukada karena kecintaannya akan teknologi dan perhatiannya kepada pencipta teknologi. Menurutnya, itu sebagai wujud nasionalismenya terhadap negeri Matahari Terbit tersebut. Ia menjadi karyawan yang selalu mendampingi Tsukada dalam hal pinjam meminjam di berbagai bank dan pemerintah di Jepang.

Disaat dirasa sia-sia, Tsukada pun menyampaikan keinginannya untuk berdamai dengan Nakhasima. Dan sudah tahu ujungnya kemana kan? - Fak!!! Disini, jujur saya makin berurai air mata -. Tsukada-san berpesan kepada Yamazaki yang sudah tertunduk lesu "Tetaplah berkarya. Tak peduli dimana pun engkau bekerja, baik di Tsukada, Nakhasima atau dimana pun, semangatlah selalu. Semangat berkarya. Arigato gozeimasu, gomen," ujarnya sambil menunduk maaf.

Kepada para insinyurnya tersebut, ia pun mengaku akan mengundurkan diri dan lepas tangan dari Tsukada. Beratttttt banget Tsukada menyatakan ini. Emosional banget.. - nangis lagi -

Ia pun berlalu, lantas dari tempat pertemuan mereka di perusahaan, Tonomura-san berteriak "Apa kamu gampang menyerah begitu saja? Apa kamu akan meninggalkan Tsukada begitu saja? Kamu itu pemilik mimpi, jangan menyerah. Saya sangat mencintai perusahaan ini, itulah mengapa saya menghabiskan hidupku membantu keuangan perusahaan ini saat di bank dulu. Saya mencintai penemuan teknologi yang Anda ciptakan. Apa kamu akan menyerah? Kandaslah mimpi saya," ujarnya.

Dan masih terbata, Tonomura kembali menambahkan " Mari melindungi perusahaan ini. Shacho, saya ingin melindungi Tsukada," ujarnya lantas menangis. Semua insinyur menangis. Di kejauhan, di pintu masuk, pengacara Kamiya-sensei menyaksikan itu semua.

Ia diundang langsung Tsukada untuk menyatakan perusahaan itu resmi di bawah naungan Nakhasima. Namun apa yang terjadi, sang pengacara yang tersentuh melihat perjuangan Tsukada Company itu langsung menawarkan jalan lain melindungi perusahaan.

"Masih ingat yang 80 persen? 20 persen itu jalan damai. 80 persen, kalau Anda mau, kita lawan mereka. Mengajukan pedang bermata dua - alias gugat balik dong ya -," pintanya.

Di sisi lain, saat Tsukada gagal sukses meluncurkan roket, tujuh tahun sesudahnya, pabrikan besar Jepang, Teikoku sukses memecahkan misteri gagal katup roket dalam uji coba kedua di Izumo. Oleh perusahaan tersebut, mereka pun ingin mematenkan katup untuk pengadaan roket besar tersebut. Namun apa yang terjadi? Perusahaan Tsukada telah dua minggu terlebih dahulu mematenkan mesin katup untuk pengadaan roket besar atau yang dikenal dengan RS 116930 tersebut atau lebih tepatnya, ia memperbaharui kembali hak paten tujuh tahun sebelumnya setelah penelitian terbarukan dan menjadi prioritas. Kembali, sang penemu katup roket RS 116930, Kohei Tsukada itu mengalami persaingan hak paten dengan Teikoku.

Lihatlah, untuk mencacapi hal besar dalam hidup, banyak kerikil bahkan bercampur batu cadas untuk dilalui. Cobaan demi cobaan, namun seperti yang Tsukada ucapkan di hadapan 200 karyawannya saat hendak menggugat balik Nakhasima atas pencurian hak paten mesin Elmer 2, Tsukada mengatakan "Pertanyaan sesulit apa pun, pasti ada jawabannya. Please lend me yours strenght," ujarnya memohon kepada karyawannya.

Cerita dibalik peluncuran roket pertama di Jepang, atau lebih tepatnya di benua Asia ini, bisa dinikmati dalam serial Downtown Rocket di channel WakuWaku Japan. Ini baru episode pertama dan aku langsung terpesona akan sosok Kohei Tsukada.

Terlepas ini cerita fiksi yang diangkat dari novel berjudul serupa oleh Jun Ikeido,namun moral story dari film ini ada. Di balik kesuksesannya ada penderitaan, penolakan, ditinggalkan. Ia mengalami rasa sakit, tak dihargai, sempat hampir putus asa. Namun ia tak menyerah, demi mimpinya di ruang perkuliahan, demi eksistensi negaranya di bidang teknologi, ia melewati itu semua dan akhirnya berhasil. Ia tercatat sebagai orang yang berpengaruh, pahlawan teknologi. Dialah Kohei Tsukada yang berjuang merealisasikan mimpinya. ***

Chaycya,
BI, Sabtu, 23 Januari 2016.

Post a Comment

Designed by catatan traveler | Distributed by catatan traveler