Pentingnya Jati Diri Rupiah di Perbatasan

PERSIAPAN menjalankan misi di gedung pertemuan Siantan, Tarempa, Kepulauan Anambas. Itu yang di kotak besi, uang Rupiah berbagai pecahan semua lho.


Mengawal Perjalan Rupiah ke Lima Pulau Terluar di Bagian Barat Indonesia
 MATA uang Rupiah menjadi salah satu identitas bangsa Indonesia dalam menunjukkan kedaulatannya sebagai negara. Transaksi menjadi bagian dari pergerakannya di berbagai lini kegiatan ekonomi baik di pusat, di daerah, bahkan di pedalaman negeri ini.

Kalau di perkotaan, transaksi perputaran Rupiah terjamin dan lancar. Tapi, bagaimana kondisinya di beberapa pulau terluar, yang katakanlah, harusnya menjadi pulau terdepan Indonesia yang maju, karena berbatasan langsung dengan negara-negara lain. Jati diri uang rupiah harusnya penting di perbatasan. 

 Berikut cerita perjalananku menjadi salah satu peserta Mengawal Perjalanan Rupiah ke Lima Pulau Terluar di bagian Barat Indonesia.

Pelabuhan Batuampar mengawali kisah perjalananku dan perjalanan uang Rupiah menuju lima gugusan pulau beranda nusantara di utara laut Cina Selatan, bagian Barat Indonesia, selama tujuh + dua hari. Menumpangi kapal perang KRI Barakuda-633 milik TNI Angkatan Laut, saya berkesempatan mengikuti rangkaian layanan kas keliling Bank Indonesia (BI) untuk mensosialisasikan keaslian Rupiah dan perangkat pendukung perbankan lewat kegiatan Sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah Pada Wilayah Provinsi Kepulauan Riau.

Kegiatan perjalanan uang rupiah tersebut, juga dinilai sebagai upaya bela negara dari segi ekonomi. Maka BI pun menggandeng TNI Angkatan Laut (AL) sebagai mitra. Upacara pelepasan secara militer pun dilakukan mengawali misi ini. Lambaian tangan dari mereka yang di darat melepas kapal kami yang mulai bergerak membelah lautan menuju Pulau Jemaja dan Tarempa di Kepulauan Anambas dan Pulau Laut, Pulau Ranai, dan Pulau Subi Besar di Kepulauan Natuna.
Sersan Amil dan rekannya dari Koarmabar TNI AL tampak menjaga uang Rupiah yang tak layak edar yang berhasil dikumpulkan di Kepulauan Anambas.
Misi pertama ke Pulau Jemaja. Menuju pulau yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan ini, menempuh waktu sekitar 15 jam dari Batuampar, Batam atau tiga jam dari pusat pemerintahan Kabupaten Anambas di Pulau Tarempa menggunakan fast patrol boat atau kapal cepat. Siapa yang tak tahu dengan pulau ini. Keeksotisan laut dan penghuninya yang menyatu dengan romantisnya perbukitan hijau menyapa. Di sini, karyawan BI dengan TNI AL mengadakan layanan kas keliling dengan membuka lapak di pos AL di Jalan H Letung, sekitar 50 meter dari pelabuhan, yang dimulai pukul 7.30 WIB.

Antusias warga yang menukarkan uang dari berbagai pecahan pun sangat tinggi. Selama lima jam kas keliling berlangsung, BI masih banyak menerima pecahan rupiah tahun emisi lama, seperti pecahan Rp500, uang sen, pecahan Rp1.000, Rp5.000, Rp50.000 cetakan lama. Pandangan di lapangan, sebagian besar uang yang ditukarkan warga tersebut kucel dan lusuh, dan harusnya tak layak edar lagi.

"Itu memang tujuan kita sebenarnya. Menarik uang lama yang tak layak edar lagi, lalu menggantinya menjadi uang pecahan baru. Ini menjadi bagian tugas kami dalam mengawal perjalanan uang rupiah di pulau terdepan," ujar Asisten Direktur Departemen Pengelolaan Uang BI, Tony Noor Tjahjono yang ikut dalam perjalanan kala itu.

Dalam proses kas keliling itu, warga dari berbagai usia tampak ramai menukarkan. Staf kasir BI yang bertugas pun mulai mengelompokkan uang kertas sesuai nominal serta berdasarkan tahun emisi. Di sini, rata-rata, BI menarik uang kertas lama serta berbagai pecahan logam. "Namanya pulau, pasti perputaran uang lemah. Tapi melihat potensi Pulau Jemaja ini sebagai daerah penghasil ikan, kelapa, dan wisatanya, harusnya kawasan ini bisa maju. Kami akan survei lebih mendalam lagi," ujar Manajer Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM BI Anang Suripto.

Berdasarkan data kependudukan dari Kecamatan Jemaja, pulau ini memiliki populasi sebanyak 800 kepala keluarga dari berbagai usia yang hidup di dua wilayah yakni Jemaja dan Jemaja Timur. Umumnya mereka adalah para transmigran dari Pulau Jawa yang hidup berkelompok mengikuti alur pinggir laut. "Sebagian besar penduduk kita bekerja sebagai nelayan, dan pekebun," ujar Camat Jemaja, Robi Sanjaya.

 
Berdasarkan pantauan, seiring perkembangannya sekarang ini, aktivitas perekonomian di pulau dengan spot karang yang indah ini sudah mulai menggeliat sejak hadirnya salah satu bank swasta sejak 2011 lalu, yakni Bank Syariah Mandiri. Kalau dulu, warga benar-benar terisolasi. Perputaran uang sangat rendah, bahkan sampai sekarang masih ada warga yang sistem barter. Namun, sejak hadirnya bank, warga mulai membuka diri. Kalau dulu mengirim uang, atau membeli barang dengan menitipkannya ke tekong kapal, sekarang, warga sudah bisa bertindak sendiri. Transfer ke bank sendiri, bahkan sudah ada yang menabung.

Sebagai pulau kecil tersendiri yang jauh dari ibukota kabupaten, sebagian besar warga di sini banyak mengeluhkan sistem transportasi antara pulau yang terbatas. "Susah kita di sini. Pompong cuma sekali sehari, kapal Pelni dua kali sebulan. Kalau memasuki musim angin utara begini sampai Februari nanti, Pelni bisa jadi tak datang. Jadinya, harga kebutuhan sembako di warung naik, makin mahal. Tak bisa melaut," ujar salah satu pedagang di Jemaja, Rahmat, 47.

Berbeda dengan Siantan, di Tarempa, sebagai ibukota Kabupaten Kepulauan Anambas, aktivitas perekonomian di sini jauh lebih maju. Warganya lebih sejahtera, dan warga di kawasan pelabuhan sebagian besar pedagang. Geliat bisnis di kawasan ini pun kuat.

"Semakin tahun semakin baik. Antusias warga akan produk perbankan semakin tinggi, apalagi sudah mulai banyak bank yang hadir. Ada Bank Riau, BSM, Bank Mandiri dan BRI," ujar salah satu penggiat bank di Tarempa, Tony.

Penggunaan mata uang Rupiah oleh warga di perbatasan, juga merupakan bagian dari berdaulatnya Indonesia sebagai negara. Hari ketiga misi mengawal rupiah tiba, seluruh tim berangkat menuju Pulau Laut, pulau paling terluar Indonesia di bagian barat Indonesia yang berbatasan langsung dengan Vietnam dan Kalimantan. Menuju pulau ini, berangkat pukul 18.00 WIB dari pelabuhan Tarempa, maka akan tiba puku 8.30 WIB keesokan harinya.

Rombongan kas keliling BI kala itu didampingi langsung utusan Koarmabar TNI AL, Mayor Laut Yuyus Wahyudin serta beberapa staf kas keliling yang dikawal 49 prajurit TNI. Kalau dua hari sebelumnya, kegiatan langsung turun ke lapangan, buka lapak dan sosialisasi cara pengenalan ciri-ciri uang rupiah dengan proses cetak hingga distribusi ke masyarakat, namun di Desa Airpayang, Pulau Laut ini, para tim BI disambut perangkat desa dengan penampilan tarian Sekapur Sirih dari siswa sekolah setempat.
Di Pelabuhan Tarempa. air lautnya jernih banget.
Para petugas kas keliling pun langsung membuka lapak di teras gedung pertemuan dengan meja seadanya. Sementara di dalam gedung, berlangsung sosialisasi keaslian mata uang rupiah dan juga upaya bela negara dengan pemateri Tony, Anang dan Supriatna dari BI serta Mayor Yuyus dari TNI yang disambut langsung camat Pulau Laut, Anriza Zein.

"Ini pulau terluar, kita harus benar-benar jaga, jangan sampai disusupi aktivitas ekonomi asing seperti kejadian di beberapa kawasan perbatasan kita dengan Malaysia. Apalagi Laut Cina Selatan ini lagi rentan sekarang," jelas Yuyus.

Pulau Laut merupakan satu kawasan terluar Indonesia di Laut Cina Selatan, berbatasan langsung dengan Vietnam Utara dan Thailand Selatan, dan posisinya berhadapan dengan Selat Karimata di bagian utara. Kawasan ini masuk ke wilayah administratif Kabupaten Natuna. Pembangunan di desa ini berkembang lewat bantuan PNPM Mandiri, mulai dari akses jalan hingga pengadaan air bersih yang ditarik langsung dari bukit di desa Tanjung Pala ke seluruh rumah desa.

Melihat langsung pulau ini, warganya sudah terlihat modern dilihat dari bangunan rumah, cara berpakaian dan aneka furnitur yang dipakai, serta antusias menukarkan uang kepada kas keliling. Bukan hanya itu saja, meski belum bebas menikmati listrik sepanjang hari, desa ini sudah terlihat hidup. Rata-rata warganya sudah memiliki hiburan televisi lewat jaringan antena parabola. "Itulah hiburan kita. Tapi cemmana, listrik hanya hidup mulai pukul 16.00-20.00 WIB setiap harinya. Ya saat itulah kita bisa menonton berita, film dan melihat artis," ungkap seorang warga, Een.
Menuju Pulau Laut. Ini asli muka baru bangun tidur, belum sarapan dan abis nangis karena kena marah telat apel pagi. Kehidupan ala militer itu kejam kak kalau tak terbiasa bagi warga sipil seperti saya ini. Tak ada beda pria dan wanita, semua sama di mata militer. arrgh.
Di pulau ini, potensi kelapa sangat tinggi, tapi tak dikelola dengan baik. Ribuan buah kelapa di setiap sudut desa dan pantai terbuang sia-sia, berserakan di pinggir jalan yang persis berada di pinggir pantai dengan air laut gradasi bening, biru dan toska, yang menghadap langsung Laut Cina Selatan itu. Mengapa tidak? Warga cenderung lebih memilih menyia-nyiakannya. Ogah rugi istilahnya. Itu dikarenakan harga kopra yang murah hanya Rp200-300 per kilogram, sedangkan kalau disalai hanya Rp100 per kilogramnya. Jadi, mending dibiarkan saja.

Teringat sebuah desa bernama Ben Tre di Vietnam, yang terisolir di delta Sungai Mekong saat kunjungan ke sana akhir Oktober 2013 lalu. Pulau Laut persis seperti desa ini, sebagian besar kawasannya ditumbuhi pohon kelapa berbuah lebat. Kalau di sana warga lokal dilatih pemerintah dengan kelompok mandiri dengan memberdayakan hasil kelapa menjadi permen, asesoris dan furnitur. Semua bagian kelapa mulai daging hingga sabut dibuat berfungsi dan bernilai ekonomi tinggi dengan pangsa pasar para turis yang berkunjung. Bukan hanya itu saja, bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata Vietnam dan swasta, Desa Ben Tre kini berkembang dan banyak dikunjungi turis dari berbagai negara lewat paket tour Mekong Delta setiap harinya.
DUA karyawan BI dari cabang Pusat dan Pontianak menyortir uang Rupiah dari berbagai pecahan yang dihimpun di Pulau Jemaja.
Sebenarnya, Pulau Laut juga berpotensi seperti itu kalau dikelola dengan baik. Tinggal poles sedikit saja sebenarnya, apalagi ditambah bonus hamparan pasir putih yang mengelilingi, coral yang indah dengan laut yang jernih, Pulau Laut bisa lebih maju, kegiatan ekonomi pun berkembang, peredaran uang Rupiah? tentu saja akan tinggi. Ah saya berharap, Semoga ada investor yang bekerjasama dengan pemerintah untuk membangunnya, sehingga geliat nilai tukar uang rupiah makin diperhitungkan di pulau ini.

Di pulau ini, BI menyalurkan pecahan uang baru sebesar Rp210 juta dari Rp230 juta dana yang dipersiapkan. Hal serupa juga terjadi di ibukota Kepulauan Natuna, Ranai. Dimana penukaran kas keliling berhasil menyalurkan Rp2,6 miliar, atau melampaui target Rp2,5 miliar. Besar? "Ya ini yang paling banyak penukaran kas keliling setelah Tarempa Sebesar Rp1,5 miliar," ujar Tony.
Di Posal Jemaja.
Di hari terakhir misi, tim pun melanjutkan perjalanan ke Pulau Subi Besar di perairan Selat Nasi. Meski letak geografisnya lebih dekat dengan Kalimantan, tapi pulau ini masih termasuk ke bagian Kepulauan Natuna, Provinsi Kepri.

Hampir sama dengan Pulau Laut, potensi di sini juga sangat tinggi untuk hasil laut dan perkebunan. Sayang tak dikelola dengan baik, minus penyuluhan dari pemerintah. Di sini tak ada pasar, apalagi bank. Sehingga bisa diketahui, perputaran uang rupiah pun pasti rendah. Dalam sehari misi kas keliling, BI hanya mampu menyalurkan Rp 80 juta dari target Rp 200 juta.

Dari misi perjalanan uang rupiah ke lima pulau terluar ini, Bank Indonesia mencatat, menyalurkan Rp4,72 miliar dari total Rp5 miliar kas keliling yang dibawa. Mereka berhasil menarik uang lusuh dan juga uang tahun emisi lama seperti uang kertas pecahan Rp 10 tahun emisi 1959, pecahan satu sen tahun cetak 1964, serta uang pecahan Rp 500 tahun 1992 dan beberapa koin lama.
Hidup sembilan hari di atas kapan perang di Laut Cina Selatan bertemankan samudra.
Dalam perjalanannya sekarang kini, BI sudah mengadakan ekspedisi kas keliling sosialisasi dan pengenalan uang rupiah sebagai jati diri bangsa sejak 2010 lalu, dengan menjangkau 48 pulau terpencil dan 92 pulau terluar di bagian barat dan timur Indonesia. Di bagian barat sendiri, sudah mengunjungi rute Pulau Jemaja, Matak, Pulau Laut, Ranai, Subi Besar, Sebang Mawang, dan Tarempa. Sementara di bagian timur, BI sudah melakukan perjalanan uang Rupiah ke Pulau Marore, Sangihe, dan Morotai, serta ke pulau-pulau lainnya . ***
*Tulisan ini sudah pernah dimuat di Harian Batam Pos yang  diikutsertakan dalam Lomba Jurnalistik Bank Indonesia 2016 *
Oh ya, baca juga tulisan-tulisan rekan saya,  Silviana Noerita di blognya di www.silviananoerita.com

11 comments :

  1. Wah memang benar, pulau terluar harus banget dijaga sama NKRI apalagi soal mata uang. Keren banget tulisannya kak Chay. Aku yg anak ekonomi jadi berasa nostalgia kalau bahas beginian. 😇

    ReplyDelete
  2. Sungguh menarik artikelnya Mbak.. Ternyata programnya seperti ini ya untuk meratakan peredaran uang baru... Sungguh informasi yang bermanfaat.. Salam kenal dan juga semoga sukses selalu.

    ReplyDelete
  3. Seru ya perjalanan bersama rupiahnya... Moga rupiah makin Jaya...

    ReplyDelete
  4. Keren kak uda nyicip naik kapal perang.
    Saya jadi tahu perjuangan mempertahankan NKRI lewat hal-hal yang nampak sederhana bagi kita yang tinggal di kota, tetapi efeknya krusial sekali ya bagi masyarakat di pulau terluar..

    ReplyDelete
  5. Baru tau saya, sampe di kawal kapal besar ya, Duh uangnya diduduki babang ganteng, langsung kenalan tuh kayaknya. Hehe

    ReplyDelete
  6. Wah duitnya diletakkan gitu aja. Gak ada yang nakal ya, colek satu-satu. lol

    ReplyDelete
  7. Chay, gak ada gitu babang ganteng TNI AL yang nyangkut satu di hati? :D

    ReplyDelete
  8. Waaah seru banget Chay perjalanan mengawal rupiah ini. Naik kapal berhari-hari, dikawal babang ganteng TNI AL.. Babangnya gak ada yang gombalin Chaya gitu, "uang aja abang kawal kemana-mana dek.. Apalagi adek..."

    ReplyDelete
  9. duitnya kasih segepoklah yang merah,buat piknik ke pulau terluar indonesia

    ReplyDelete
  10. Wuih tulisannya kece. Itu uang setumpuk yang dinilai tak layak edar, sekilas masih oke ya hahaha. Secara aku dulu teller dan sering lihat uang yang jauh lebih busuk.

    omnduut.com

    ReplyDelete
  11. Benr jugak kak ternyata hal² seperti ini juga termasuk bela negara..
    Salam donk kak sama babang yg jaga uang nya, Biar jaga hati kuhhh. Wkwkw

    ReplyDelete

Designed by catatan traveler | Distributed by catatan traveler