Napak Tilas Ambon Manise: Mengulik Sejarah dan Keramahannya

Waktu hujan sore-sore kilat sambar pohon kenari
E jojaro deng mongare mari dansa dan menari
Pukul tifa toto buang kata balimbing di kereta
Nona dansa dengan tuan jangan sindir nama beta
E menari sambil goyang badane
Menari lombo pegang lenso manise
Rasa ramai jangan pulang dulue


Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
Patung Huruf Ambon (Sebenarnya Ambon Manise, Manisenya ilang di kamera) di Lapangan Merdeka, Ambon.

LAGU ini terdengar di pesawat Garuda Indonesia GA 157 yang membawaku terbang dari Bandara Internasional Hang Nadim, Batam sekitar pukul 16.25 WIB menuju Ambon di Kepulauan Maluku. Tidak ada penerbangan langsung (direct flight). Saya bersama penumpang lain harus transit terlebih dahulu di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Jakarta.

Menunggu transit di Jakarta, lumayanlah memanfaatkan waktu mengisi baterai ponsel yang sudah drop. Pukul 19.40 WIB, saya bersama penumpang lainnya pun melanjutkan penerbangan ke Ambon. Jarak perjalanan Jakarta-Ambon harus ditempuh sejauh 1.748 kilometer dengan estimasi waktu ketibaan pukul 01.31 WIT (Waktu Indonesia Bagian Timur). Lha kok bisa dini hari padahal cuma tiga jam perjalanan? Ya bisa. Zona waktu Jakarta itu GMT +07, sedangkan zona waktu Ambon GMT +09. Itu artinya waktu di Ambon lebih cepat dua jam dari Jakarta. Kerennya, Zona waktu di Ambon (WIT) sama dengan zona waktu di Jepang, China dan Korea, sedangkan Zona waktu di Batam atau Jakarta (WIB) sama dengan zona waktu di Thailand, Vietnam, dan Kamboja. _Salah satu keunikan Indonesia itu ya ini. Punya tiga zonasi waktu yang berbeda dari Sabang sampai Merauke. Ada WIB, WIT, dan WITA_
Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
PEMANDANGAN Pusat Pemerintahan Kota Ambon.
Bandara Internasional Pattimura menjadi pertemuan perdanaku menyentuh bumi Maluku. Kawan, kukatakan padamu, perjalananku kali ini bukan perjalanan ala solo traveler seperti yang biasa kulakukan. Melainkan ini perjalanan tugas dari kantor. Selama 10 hari. Ya mumpung assignment, ya travel aja ya kan? namanya juga travel assignment. Bhak

Tiba sekitar pukul 02.00 dini hari di bandara, langsung disambut para pejabat Maluku, yang dipimpin Kepala Biro Administrasi Pemerintahan Provinsi Maluku, Abdul Manaf Leimena. Ramah tamah sebentar, berdoa bersama karena tiba di Ambon dengan selamat, damai sejahtera tanpa kurang suatu apa pun. Lalu melanjutkan perjalanan lagi ke Hotel Pacific di pusat kota.Ini menjadi hotel tempatku menginap selama 10 hari ke depan. 


Dibutuhkan lebih dari satu jam perjalanan dari Bandara Pattimura menuju Ambon kota. Tiba di hotel, tak langsung masuk kamar karena saat itu hotel masih dalam tahap finishing lobi (hotel itu baru). Hadeuuuuh lelah kakak dek. Mata udah mengantuk, akibat jetlag meski sudah pukul 03.30 pagi, tapi tetap saja kebayang masih pukul 02 pagi di Batam, dan yakin banget masih punya waktu banyak untuk istirahat. Kenyataannya? baru juga mata terpejam eh sudah pukul 06 pagi dan sudah harus bersiap menjalani tugas pertama ke kawasan Waihaong. Arrrgh!!! _Namanya juga tugas dek, bukan jalan-jalan_
Usai tugas hari pertama, masih ada waktu untuk pelesiran sebelum malam tiba. Memanfaatkan waktu, bertanya ke staf lobi hotel, ternyata hotel tempatku menginap jaraknya sangat dekat, hanya 1 Km ke kawasan Gong Perdamaian Dunia (World Peace Gong) dan gereja Maranatha. "Bisa naik becak bayar Rp 10 ribu atau jalan kaki pun ade bisa," ujar staf hotel itu. "Danke nona," ujarku lalu pergi.
Tak mau tersesat karena belum paham kawasan, saya pun memilih naik becak yang ada di persimpangan masuk hotel dengan membayar Rp 10 ribu. "Bung, saya mau ke Gong Perdamaian," ujarku.

Pengemudi becak pun dengan ramah mengantarkan. Memasuki kawasan baru, sebisa mungkin saya mencoba untuk tidak pasif dan act like local, lalu mulai banyak tanya mengenai lokasi wisata di kota ini kepada bung pendayuh becak. Selama hampir delapan menit perjalanan, pengemudi becak memberitahukan, kawasan Gong Perdamaian itu adalah kawasan wisata. Disana terdapat juga Tugu Pattimura, Gereja Maranatha, dan pusat pemerintahan Maluku. "Semua itu ada dalam satu kawasan," ujarnya.

" Oh ya? baiklah bung. Danke beta su diberitahu," ujarku pede dengan Bahasa Ambon sok tahu dan sok dekat. _Haha biarin_ Tiba di pintu gerbang Gong Perdamaian Dunia, saya pun turun.

Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
World Peace Gong Ambon.
Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
Taman Tugu Perdamaian Dunia (World Peace Gong).
Gong Perdamaian Dunia di sini, merupakan salah satu objek wisata yang lokasinya di Bundaran Aritetu, Sirimau, pusat Kota Ambon (Ambon City Centre). Monumen ini dibangun untuk memperingati kerusuhan bermotif SARA yang banyak memakan korban jiwa di Maluku sejak 1999 hingga tiga tahun setelahnya
Ini menjadi gong perdamaian ke 39 yang tersebar di dunia, dan gong ke tiga yang ada di Indonesia. Masuk ke taman monumen ini, pengunjung harus membayar tiket seharga Rp 5 ribu. Menaiki tangga hitam, di atas monumen tergantung gong dengan ratusan bendera berbagai negara tertempel di sana. Dari monumen ini, kita bisa melihat kesibukan pusat kota, angkot yang lalu lalang, serta penduduk yang berseliweran.

Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
Saya di depan Taman Tugu Pattimura di Lapangan Merdeka, Ambon.
Di seberang monumen, dengan gagahnya Kapitan Pattimura berdiri, bersiap berlari mengacungkan pedang dengan wajah marah. "Hi Kapitan? apa kabar? terimakasih sudah mengusir penjajah dari Bumi Nusantara ini. Doakan kami dari Atas sana supaya bisa menjaga kemerdekaan ini. Menjaga harmoni dalam perbedaan. Namun Kapitan,sebentar beta mau bertanya: Omon tra cape kah pegang pedang ama tameng mulu omon? Sini sudah, turun dulu. Yuk makan pisang goreng pakai sambal di Cafe Pardeis," sapaku imajiner. Bhak

Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
Gereja Maranatha.
Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
Lapangan Merdeka berlatar belakang Kantor Gubernuran Maluku.
Sebelum menuju Monumen Pattimura, terlebih dahulu saya menyambangi pameran UKM di lapangan Merdeka, yang juga berada persis di sebelahnya. Di lapangan itu, saya merasa seperti berada di Amsterdam eh di Coastarina Batam. Mengapa? karena di sana ada patung huruf raksasa bertuliskan AMBON MANISE dengan warna oranye. Foto di sana dulu dong, lalu memperhatikan dan mengabadikan aktivitas warga sekitar, lalu lompat sedikit ke Tugu Pattimura.
Gereja Silo di kawasan Tugu Trikora.
Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
Rumah Kopi Trikora, salah satu bangunan yang ikut terbakar dalam Kerusuhan Ambon 1999-2002. Bangunan ini berdampingan dengan gereja Silo. Saat kerusuhan Ambon di akhir milenium, kawasan ini paling mencekam dan rusak parah.
Dari tugu Pattimura, berjalan sedikit ke arah jalan raya di sebelah kantor Gubernur Maluku. Di sana, terletak Gereja Maranatha. Gereja ini juga menjadi salah satu bangunan yang tak boleh dilepaskan dari sejarah kerusuhan Ambon. Dulunya bangunan ini habis porak-poranda, tapi kini sudah dibangun kembali menjadi gereja yang baru. Sama halnya dengan Gereja Silo yang sudah dibangun kembali dengan bentuk bangunan yang baru. Gereja ini juga habis dibakar saat kerusuhan 2000 di Jalan Am Sangaji, Kelurahan Honipopu yang dekat banget dengan cafe tongkrongan anak muda terkenal di Ambon, Cafe Kopi Tradisi Joas dan Rumah kopi Pardeis (Iya benar-benar tulisannya Pardeis yang artinya Paradise) dan juga Rumah Kopi Trikora. Kawasan Tugu Trikora ini menjadi salah satu kawasan paling mencekam pada kerusuhan dulu itu.
Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
Cafe Joas. Cafe rumah kopi yang terkenal di Ambon guys.
Tipikal hiburan muda-muda di Ambon, menikmati makan dan minum dihibur live musik. Suara mereka mirip suara Glenn Fredly semua.Bagus.
Malam pun tiba, kembali ke hotel menyelesaikan laporan pekerjaan supaya tugas keesokan harinya berjalan lancar tanpa ada beban. Padahal tujuan sebenarnya, biar seusai tugas di hari kedua, bisa lanjut jalan ke mana gitu deh. Tanggung jawab dijalankan, hiburan dan piknik berjalan sesuai rencana juga. Iyekannnn.. ihhhiuuuuuu

Keramahan Warga Ambon

Beruntunglah saya yang punya rekan sekantor, kampung halaman dan keluarganya di Ambon. Bang William Seipattiratu namanya. Dia berasal dari Kecamatan Batu Meja, Jalan Kapten Rijali, persis di belakang Mapolda Maluku. Dia beritahulah keluarganya, bahwa ada rekan kantornya tugas ke Maluku. Biar nanti kalau saya pulang dari sana, saya bisa bawa pulang titipan minyak kayu putih, minyak lawang, dan wajid (penganan dari ketan) buat keluarga bang Willy di Batam. _Hih ngerepotin amat sik lo bang Willy balehong. Untung bagasi, jadi nggak bakal rempong bawa ke kabin (eh nggak deh becanda. Saya ikhlas kok bawa titipannya. Ke teman harus baik ya kan. Do good be good_

In short story alias singkat cerita, maka bertemulah saya dengan kakaknya, Usi Lin yang saat itu tengah hamil besar. Kami bertemu di rumah kopi Pardeis. Sambil menikmati pisang goreng cocol sambal dan segelas kopi kami pun bercerita. Dia tak berhenti menanyakan kabar bang Willy yang dianggap bang Toyib karena sudah lama banget tak pulang kampung. bah?

Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
Bertemu usi Lin dan anaknya di Rumah Kopi Pardeis.
Usi Lin bekerja sebagai PNS di Politeknik Negeri Ambon. Dia bersuamikan pria Manado dan kini sudah punya tiga. Sebelum kami berpisah, dengan ramah ia mengundangku makan siang dengan menu papeda di rumahnya. "Kapan kalian ada waktu bebas? beta mau undang kalian punya acara makan papeda di rumah," ujarnya. Kami pun memilih Minggu untuk berkunjung ke sana
Hari Minggu tiba. sebelum ibadah sore, siangnya, bersama rekan dari Batam, Anne, berangkat ke rumah Usi Lin di kawasan Batu Meja. Ke sini, melewati gereja Katedral Ambon. Kami datang, semua menu pendamping papeda seperti pindang selar, ikan masak kuning, urap, sambal colo-colo, dan menu lainnya sudah tersaji di Meja
Kakak dari Usi Lin pun mengajak kami ke dapur. Mengajari kami membuat papeda yang terbuat dari inti tepung sagu mentah. "Untuk mengambil inti tepung sagu, kita harus rendam tepungnya dulu. Baru buah airnya, endapannya itu sudah habis air. baru setelah itu disiram air panas. Nah inilah hasilnya. Papeda," ujarnya sambil menunjukkan tepung basah tadi yang sudah berubah menjadi seperti lem, dan itulah yang dinamakan PAPEDA. Makanan khas  Maluku dan kawasan-kawasan di Indonesia Timur umumnya
Dengan keramahan, usi Lin menyajikan papeda di piring dan memberikannya ke kami. Menyajikan papeda ini terbilang unik. Bukan dengan sendok, melainkan dengan dua stick yang diputar cekatan untuk membentuk gumpalan lalu disajikan di piring dengan campuran ikan masak kuning, urap, dan sambal tadi. Makannya? jangan potong-potong, melainkan seruput dan jangan gigit. Ini sungguh pengalaman baru bagiku.

Bersama keluarga besar usi Lin.

Bersama keluarga besar Usi Lin Seipattiratu.
Main game bersama anak dan kemenakan usi Lin. i called it happines.
Puas makan papeda dan bercengkerama dengan keluarga besar usi Lin, kami pun pamit. Kembali ke hotel untuk persiapan ibadah sore di Gereja Joseph Kam. Gereja ini merupakan gereja yang pertama sekali berdiri di Ambon. Terletak di Belakang Soya, dan dibangun untuk mengenang missionaris asal Belanda di Kepulauan Maluku, Joseph Kam. Di samping bangunan gereja ini jugalah sang missionaris dimakamkan.
Di sela-sela menjalankan tugas di Ambon, free time kumanfaatkan untuk jalan-jalan dan mencari jejak keluarga. Oh ya kawan, meski baru pertama kali menginjak Ambon, tapi keluarga besar dari ayahku tak bisa dilepaskan dari Ambon. Beta pu salah satu nenek Ambon manise, Fam Tahalele dari desa Booi di Saparua dan bermigrasi ke Kuda Mati. Puji Tuhan akhirnya ketemu setelah lebih dari 50 tahun lost contact. Dan saya generasi ke tigalah (cucu) yang menemukan. _Aduh masih haru kalau ingat ini. Saya ingin bahas khusus nanti di post selanjutnya_

Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
Beta pu keluarga di Kuda Mati. Tanta Sofia Tahalele beserta anak dan cucunya di depan rumah mereka di Kecamatan Kuda Mati, Ambon Kota. Kalau kata bokap, alm. opung boru (nenek) mirip perawakannya dengan putri tanta Sofia yang di belakangnya. Tanta Sofia ini adalah kemenakan kandung dari opung Christine Tahalele yang menikah ke Simanjuntak. Meninggalkan Ambon pindah ke Medan. Sampai akhir hayatnya, opung tak pernah kembali barang sekali pun ke Ambon. _sad_
Setelah beberapa hari tinggal di Ambon dari 10 hari jadwal penugasan, saya makin berani mengeksplorasi kawasannya. Jalan kaki ke pusat kota, menyapa anak-anak sekolah di pagi hari, dan bahkan naik angkot ke pusat perbelanjaan modern yang terletak di ujung kota itu. Tak hanya itu, pergi juga memasuki kawasan Pasar Mardika. Pasar yang menjadi cikal bakal kerusuhan Ambon 1999.
Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
Pasar Mardika Ambon.

Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
Sang Ibu menenangkan anaknya di angkot yang menangis karena tak dibeli boneka dari Pasar Mardika.
Di pasar ini masih terlihat sisa-sisa betapa dahsyatnya kerusuhan di awal memasuki abad milenium. Sisa-sisa bangunan yang terbakar dan dinding bangunan bekas tembakan ratusan peluru masih dibiarkan begitu saja. Satu yang membuat nafas lega, bangunan itu kini hanya pengingat saja. Semuanya sudah kembali normal dengan aktivitas ekonomi di bawah bangunan pasar, dan warga di sana kini hidup berdampingan dengan damai.
Tak ada yang kubeli di pasar Mardika itu. Hanya mengamati pasarnya yang tak jauh beda dengan karakteristik pasar pada umumnya di negeri ini. Sesekali menjawab pedagang yang menjajakan jualannya, memperhatikan aktivitas itu, mengabadikannya lewat lensa kamera, lantas pergi, memilih kembali ke hotel dengan menaiki angkot.

Di angkot, menyatu dengan para penumpang lokal. Satu yang menarik perhatianku, seorang ibu berjilbab pink mengenakan baju lengan panjang biru tampak menenangkan anaknya yang sudah menangis sejak awal naik angkot. Saya menyapa, bermaksud membantu sang ibu yang mulai terlihat kesal saat mendiamkan anak perempuannya itu. Usut punya usut, si anak perempuan menangis karena si ibu tak mau membelikannya boneka yang ia lihat baru saja saat hendak menaiki angkot. What a kiddos ya guys.. Jadi ingat eijk di masa kecil dulu. Hahaha

Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
Monumen Marta Christina Tijahahu (Tiahahu).
Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
TULISAN di bawah tugu: Monuman Pahlawan Nasional Martha Christina Tijahahu, Mutiara dari Nusa Laut. Pahlawan Nasional Republik Indonesia yang berjuang untuk mengusir penjajah dari Maluku. Meninggal pada  tanggal 2 januari 1818. Diresmikan oleh Menteri Sosial RI, HMS Mintaredja SH, Ambon 2 Januari 1977.
Nah, perjalanan selanjutnya, yaitu mengunjungi Monumen Pahlawan Nasional Marta Christina Tijahahu (Tiahahu) di Bukit Karpan.

Menuju Bukit Karpan, sekitar 30 menit naik motor dan harus melewati jalanan menanjak dan berkelok melewati Negeri Air Salobar (di Ambon, desa disebut negeri, karena zaman dulu kepulauan ini adalah negeri para raja-raja). Monumen Marta Christina Tijahahu berdiri megah di perbukitan Karpan. Dengan rambut terurai memegang tongkat dan melihat kejauhan, patung salah satu pahlawan nasional kelahiran Nusa Laut itu berdiri. Seakan dia menjaga Negeri raja-raja itu setiap saat sambil menyaksikan keseluruhan Teluk Ambon yang dikelilingi teluk yang indah. Butuh menaiki puluhan anak tangga untuk tiba di puncak monumen ini.

Oh ya mengapa dinamakan Bukit Karpan? Karpan sebenarnya adalah singkatan dari Karang Panjang. Kawasan ini berada di atas permukaan laut dengan daratan karang terpanjang yang pernah ada di Maluku. Dari bukit lokasi monumen Marta Tiahahu ini, kita bisa menikmati kota Ambon yang berada di pinggir teluk dengan halaman lautan jernih yang luas. Gile kan? jauh di atas permukaan laut tapi ada permukaan karang guys!!! Apa tak makin unik negeriku ini? Ah makin cinta denganmu Indonesia. Betapa senang hatiku mengunjungimu Ambon Manise. Terimakasih atas keramahanmu. ***

Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
Pemandangan Teluk Ambon dari Bukit Karpan.
Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
Anak-anak generasi penerus Indonesia dari Ambon. peace!!!
Ambon, Maluku,Traveling, World Peace Gong, Tugu Pattimura, Monumen Marta Christina Tiahahu, Ambon Manise, Joseph Kam, Gereja Silo, Tugu Perdamaian Dunia, Catatan Traveler, Indonesia
Gereja Katedral Ambon.

Istilah Ambon - Bahasa Indonesia 

Ade - Adik
Danke - Terimakasih
Usi - Panggilan kepada perempuan yang lebih tua dan sudah menikah, Kakak
Nona - Panggilan kepada perempuan yang lebih tua dan belum menikah, kakak
Bung, Nyong (jong) - Panggilan umum kepada pria.
Omon - Om
Tanta _ Tante.*

6 comments :

  1. Aku pengen banget ke Ambon, Chay... dulu waktu aku kecil, punya tetangga orang Ambon. Dari mereka aku kenal papeda, bagea, dan banyak lagi kue-kue khas Ambon.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear mba Dian,
      Ayo ke Ambon Mba Dian.. Iya Ambon itu emang indah banget hampir di setiap sudutnya. Lautnya juga jerniiiiiih.

      Makananan Ambon itu unik. Aku suka papeda dan menu pendampingnya. Ikan masak kuningnya ama sambel colo-colonya yang bikin ngiler. Aaaah bagea? cemilan dari kacang kenari.. hahaha beruntunglah mba Dian punya tetangga orang Ambon. manise ye mereka..

      Delete
  2. Ada bawa babang ambon pulang?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear kak Rina,
      Hahahaha.. kebetulan ga ada kak, klo ada pasti kuhadiahi kak Rina.. haha

      Delete
  3. gong perdamaian, udah gak digunakan lagi? hanya sebagai apa itu namanya, masak iya disebut patung :))))))
    atau masih difungsikan ya?

    ReplyDelete
  4. Baca ini serasa nostalgia. Tinggal di Ambon 4 tahun beta seng bisa lupa deng akang T_T hiks.. ayo main2 ke blog saya, lihat destinasi menarik lainnya yg ada di Ambon. Next time klo ke Ambon lagi sempatkan waktu main ke Seram, Banda, Saparua ya..

    Www.catatanamanda.com :btw nama blog kita nyaris samaan sih wkwk-

    ReplyDelete

Designed by catatan traveler | Distributed by catatan traveler