Ramen Jepang versus Ramen Jepang di Indonesia

Paket Ramen dan Chicken Teriyaki 790 Yen di warung seberang Minami Senju, Arakawa-ku, Tokyo.
(pict by ME with iphone 5 cam)


YA terang saja berbeda. Nama negaranya sudah berbeda juga kan. Lantas rasa otomatis berbeda? IYA.

Menyoal postingan teman si Food Blogger Batamdine,koko Aji yang memposting ramen  di salah satu akun media sosial pribadi miliknya, otomatis diajak flashback mengenai rasa yang terkandung dalam sajian  ramen itu sendiri.

Pertama kali dikenalkan dengan ramen, atau indomie internasional saat 2010, saat kunjungan belajar ke kampus Dimensions di Lowland Rd, Singapura. Di kafetaria kampus itu, bersama teman-teman mahasiswa yang lain, saya memesan Korean Miramyeon. Tak sampai 10 menit, datanglah semangkuk besar ramen dengan kuah setong. Sajiannya campuran telur, sayur, dan kuah kuning yang diatasnya diberi topping kimchi tauge yang renyah. Rasanya? berbedalah dengan rasa mie instant yang ada di Indonesia, yang biasa saya nikmati. Dari situ saya mengetahui, ternyata ramen instant Korea, rasanya lebih kuat di bumbu, dan mienya lebih besar dan kenyal. Itu ramen Korea.

Sekarang ke ramen yang menyatakan diri ramen dengan cita rasa khas Jepang. 2009 ke atas. Saya menjadi penggemar garis keras ramen. Mie rebus yang dikasih kuah kaldu dengan potongan chasio, daging ayam tipis dan potongan daun bawang prei yang banyak serta seuprit rumput laut menjadi menu kesukaan saat berkunjung ke Warung Jepang di depan BCS Mall dulu. _Tak usah dicari lagi Warung Jepang itu ya, sudah tutup. Rumahnya sudah dibongkar dan sekarang jadi car wash dan warung Pecel Lele tiap malam_

Sering kali jadwal nongkrongku berakhir di sana. Baik sendiri atau pun bersama dengan teman penikmat ramen. Umumnya kami memesan ramen kaldu campur chicken katsu. Soalnya kuahnya bersantan, bukan ramen kansui yang berkuah bening yang rasa kecapnya terasa. Saya tidak terlalu suka ramen berkuah bening itu.

Mencicip ramen di Warung Jepang saat itu membuatku jatuh cinta akan ramen asli Jepang itu. Makanya saat dia tutup berbulan-bulan, kami seolah di-PHP. Beberapa kali kami dengan rekan Tika kesana, beberapa kali itu pula tutup dan koid hingga sekarang.

Ramen Jepang di Kaiten Ramen and Shusi Nagoya Hill, Batam. (pict by ME with iphone 5 cam)
Nah, sekarang, makin banyak restorang 'Jepang' yang bermunculan di Indonesia, termasuk di kota saya berdomisili sekarang, Batam. Sebut saja Bento Tei, Kaiten Sushi dan Kaitan Ramen, Rapopo, dan Sushi Tei, dan berbagai restoran bernama Jepang lainnya. Umumnya, mereka menyajikan ramen sebagai salah satu menu yang dijual.

Ramen Jepang

Ippudo ramen dengan kuah hakata. (pict by ME with iphone 5 cam)
 Pernah berkunjung ke Jepang, membuatku bisa mencicip langsung ramen dari negara asalnya itu. Berbagai jenis ramen pun saya icip dan kenali rasanya, mulai dari ramen soyu dan juga ramen miso. Semuanya lezat.

Di kawasan Taito-ku di Tokyo, membeli ramen yang dipanaskan seharga 360 Yen di 24 Hours Family Mart dekat penginapan. Ramen tersebut berkuah soyu. Aroma kecap Jepangnya sangat terasa. Belum lagi irisan tipis rumput laut yang lumer dengan kuah. Sebagai Indonesian yang masih cinta nasi, saya ndeso menikmatinya dengan nasi, di dalam kamar tatami dengan aroma khas di penginapan Fukudaya Hotel, saat hujan deras sepanjang hari di musim gugur. Rasanya? enak boi... _Tapi akan lebih enak dan lezat kalau ada potongan cabe rawit sik ya, pedesnya nampol gitu loh_ Sehabis makan, tiduran di kasur hangat beralas tatami, sambil nonton Tv tabung kecil sembari menunggu sore tiba, untukku berkunjung ke Akihabara di distrik Chiyoda-ku.

Siap2 mammam malam dengan menu ramen dan chicken teriyaki. Abaikan wajah kucel yak, belum mandi sejak dari Fukui-Hingga tiba di Tokyo. Ngidin mak.. haha.
 Ramen kedua yang kucicip di sana adalah sepaket ramen dengan chicken teriyaki seharga 790 Yen (Lihat gambar headline di atas) yang tidak sengaja aku temui di seberang stasiun Minami Senju di Arakawa-ku, sepulangku dari menyaksikan acara sejenis festival  musim gugur di Ueno Park malam itu. Alam memang selalu berpihak kepada  jomblo (solo) traveler seperti saya. Setelah kehilangan Tokyo subway one day ticket entah dimana,  akhirnya saya harus membayar tiket ketengan dua kali seharga 180 Yen dari Ueno menuju Joban Line untuk ke stasiun Minami Senju. Sebel bercampur kesal sama diri sendiri setelah keluar dari kereta, tetiba melihat patung khas Jepang di seberang stasiun. Berniat mengabadikan foto. Nah saat menyeberang ke taman patung itu, di seberangnya lagi, terpampanglah nyata warung ramen itu. Ibarat peribahasanya,  Seperti Pelangi Sehabis Hujan deh rasa waktu itu.

Saya pun memberanikan diri masuk ke warung itu setelah melihat daftar menu bergambar yang dipajang di luar, berikut dengan harganya. Kebetulan lagi ada promo paket, ramen plus chicken teriyaki hanya seharga 790 Yen. Jadilah pesan itu. _Gile promo_

Disana hanya sayalah pengunjung yang bermata besar. Selebihnya Nippon semua dengan beragam busana dan fashion. Warung disana kece dan unik. Mejanya dibatasi sekat atau tirai di tengah. Itu sesuai etiket atau budaya sopan yang mereka anut, yang sangat menghargai orang lain. Jangan melihat cara orang lain makan. Nikmati saja makananmu.

Pesananku pun datang. Dalam satu nampan, tersajilah ramen semangkuk besar (bisa dimakan tiga orang) dan semangkuk chicken teriyaki dengan irisan rumput laut panggang. Kesan pertama: eh buseeetttt, banyak tenan iki. Bagaimana cara menghabiskannya. hiks.

Tampilan sajiannya biasa saja. ramen dengan kuah miso putih yang banyak hingga menenggelamkan mienya. Dikasih hiasan rumput laut, merica, dua irisan besar daging babi dan potongan bawang. Yang membuatku terkaget lagi, sendok ramennya sebesar sendok sayur di negeri ini. Untung saja ada chopstick, sehingga itu sendok berguna untuk menyeruput kuah saja.  Musim gugur yang dingin 16 derajat pun terbayar dengan kelezatan ramen dengan aroma kaldu kedelai bercampur daging yang kuat dari kuahnya, ditambah bumbu yang meriah itu. Untuk menghabiskan menu itu, sudah tiga orang pengunjung yang berganti di depanku, alias dua jam lebih terduduk disana. Saking kenyangnya, makanan belum habis, saya bermain ponsel dulu, baru makan lagi. Sampai teriyaki di mangkuk habis tak bersisa, sementara ramen, saya tak sanggup lagi menghabiskan kuah dan dagingnya. _Perut kenyang sekali kapten_

Kenyang perut senanglah hati. (pict by ME with iphone 5 cam)
Sekilas mengenai asal muasal ramen. Ramen aslinya adalah mie kuah asal Tiongkok yang dibawa bermigrasi ke Jepang. Awalnya, ramen hanya mie rebus dengan kuah bening yang dipanaskan dari laut Kansui. Namun seiring perkembangannya, ramen di Jepang termodifikasi dengan beberapa jenis kuah yakni soyu atau pun miso dengan aneka ragam lauk seperti telur rebus, sayuran hijau, irisan bawang, nori, naruto atau irisan permentasi lobak yang renyah dan disajikan dengan irisan daging dengan kuah panas atau pun dingin. Rasanya? bayangkan saja rasa yang memanjakan lidahmu dan terkenang akan rasa itu selamanya.

 Oh ya, dibanding soba dan udon, ramen ini paling cocok dinikmati di segala musim. Ada dua pilihan kuah, yakni panas dan dingin dalam penyajiannya. Tapi selama disana sih, saya menikmati yang panas ya." Please no hiyashi (kuah dingin), i need hot soup," ujarku pada pelayannya sambil menunjuk gambar. Takut kejadian seperti di Fukui saat makan siang dengan teman Honoka Nojiri, Kouhei Funahashi, Hanna dan Eric. Disana saya memesan chicken katsu dan soba mie. Datanglah itu soba mie dengan kuah kental kecoklatan akibat fermentasi kedelain yang mirip tauco. Sudahlah sedingin es, baunya pun seperti (maaf) bau sepatu. Ditambahi saus sambal pedas yang saya bawa dari Indonesia pun, tetap saja rasanya membuat mual, hingga akhirnya saya minta maaf ke Honoka untuk tidak menghabiskannya. (Di Jepang, semua makanan di piring harus habis dan harus tak bersisa. Itu sebagai bentuk penghargaan dan terimakasih kepada petani dan ucapan syukur kepada alam).

Ramen Jepang, Ippudo karakamen level 5 di Kawasaki. delicious. (pict by ME with iphone 5 cam)


Hari terakhir di Jepang, saya pun berkunjung ke rumah sahabat masa SMA, Santi di Kawasaki ( Baca LINKNYA disini) . Di kota yang hanya berjarak satu jam dari Haneda International Airport ini, saya pun kembali menikmati ramen fenomenal di Ippudo, restoran ramen terkenal di Jepang sejak 1985. Disini, yang membuat berbeda dengan ramen sejenis di negara Matahari Terbit itu adalah rasa yang ditawarkan dan sejarah berdirinya saat pertama sekali di Fukuoka oleh Shigemi Kawahara.

Saya pun memesan ramen Ippudo Karakamen level 5 dengan kuah fenomenal Hakata (kaldu tonkotsu alias daging babi) yang disajikan dengan daging cincang sambal di atasnya, dengan topping ramen pada umumnya. Yang membuatnya berbeda, di Ippudo ini, pengunjung disuguhi kimchi tauge yang lezat dan sehat dengan taburan wijen. Untuk menu tambahan, bisa memesan daging rebus iris dan gyoza atau dumpling atau dim sum. Rasanya cukup fenomenal sefenomenal namanya. _Khusus bagi rekan yang tidak memakan tonkotsu, bisa menggantinya dengan topping telur saja_

Meja pelanggan di warung ramen di Jepang. (pict by ME with iphone 5 cam)
Sepulang dari Jepang, rasa ramen2 lezat itu pun masih terngiang. Tak terlupakan. Mengatasi rasa rindu, saya harus merogoh kocek dalam-dalam untuk menikmatinya di Sushi Tei, atau paling tidak di Kaiten Sushi BCS. Rasanya? ramen Jepang versus ramen Jepang di Indonesia yaaaah, sedikit mengobati rindulah akan nama dari ramen itu. Penyajian? okelah. Lantas rasa? hmmm i'm not sure to say... bye!!! ***

18 comments :

  1. Eh ternyata kita sama, suka makan ramen di warung Jepang depan BCS itu.. ramennya enak. Dulu sering bela-belain pulang kerja dari Tanjung Uncang langsung ke situ cuma demi semangkok ramen. Pernah waktu flu, sengaja pesen ramen level 7/10. Rasanya ploooong banget waktu gobyos keringetan... Sayang warungnya tutup yaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear mba Dian,
      Iyaaah.. itu warung Jepang asli enak banget... Belum pernah menemukan rasa yang sama di berbagai resto lainnya setelah itu warung tutup mba Dian.. hiks.

      Delete
  2. sepertinya enak nih... he he

    ReplyDelete
  3. Penggemar Ramen juga, tpi blm nyoba yg di keiten sama sushi tei, ga ad label halalnya hehe...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear mba Dian,

      Waah penggemar ramen juga ya mba.. Yuk sesekali kita makan ramen bareng yuk.. hehe

      Delete
  4. Yuk pesta ramen! Muahaha...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear koko Batam Dine,
      Ayooo ke rapopoooooo #RamenLover

      Delete
  5. kayaknya expert bgt masalah ramen mbaknya 😂 nanya donk, kalo di indonesia restoran yg rasa ramennya paling mirip dgn yg original di jepang, di restoran mana ya kakak? 😝

    ReplyDelete
  6. Dear Jaka Mahendra,
    Hahaha.. Penikmat ramen ala2 ini masih mas..
    Ramen di Indonesia yang mirip rasanya/ bau khasnya dengan yang di Jepang, kalau yang mendekati, pernah di Ippudo Pacific Place Jakarta. Di Batam, yg mirip (dimirip2kan) di Kaiten Ramen/Kaiten Sushi. Ramen di Bento Tei, saya kurang suka, jauh dari rasa dan tampilan penyajian.

    Terimakasih sudah berkunjung. salam kenal.

    ReplyDelete
  7. yuhuuu, makasih referensinya 😊

    ReplyDelete
  8. wahh thanks informasinya kak, ramen beda negara pasti beda rasa.. hhe

    ReplyDelete
  9. Sayangnya kuah ramen setauku pake rebusan babi makanya enak ya mba. Kl di indonesia krn pake sapi jadi ga terlalu mirip. Saya sih belum pernah coba yang asli. Yang franchise gitu beberapa kali makan masih ga sreg. Tetep cinta mie ayam. Hahaha

    ReplyDelete
  10. anak laki-lakiku juga suka banget Ramen, sampai abinya bawa dia ke restoran yang ada ramennya. Buatku aku lebih suka makan mie godog. Yaa buat nyenengin anak, oke aku pilihin dia Original Ramen yang enggak pedes.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Astin Astanti,
      Oh ya? waah sama dong kaya eike yg demen ramen. Salam ama anak laki-lakinya ya mba.. HAhaha.. Mie godok mah enak juga sik. Salam kenal ya :)

      Delete

Designed by catatan traveler | Distributed by catatan traveler