Melihat Debu Vulkanik di Berastagi

Debu vulkanik di daun, pekarangan Pasteurisasi Susu Sapi di Penatapan Gundaling, Tanah Karo
  KALI ini ingin membagikan pengalaman perjalanan kunjunganku ke Berastagi, tanah Karo. Kawasan ini merupakan surga aneka tumbuhan buah dan sayuran di Sumatera Utara. Kunjunganku kali ini berbeda dari kunjungan lainnya.

Memasuki Kota Berastagi
 Selama perjalanan memasuki tanah Karo, meski cuaca panas dan langit biru, tapi seolah suram berkabut. Aneka tumbuhan dan pepohonan hijau tertutup tipis abu. Ya, sejak gunung Sinabung meletus (Hingga saat ini masih dalam KONDISI Siaga) tak jarang seluruh dataran tinggi Karo terkena dampak semburan hujan debu vulkaniknya.

The Simanjuntak: Lidia, Obed, Bella and Me

Aku berangkat dari Medan. Perjalanan menuju Berastagi bisa ditempuh hanya 2 jam. Bersama tiga sepupu, Lidia, Bella dan Obed kami berangkat.

Tujuan kami sebenarnya ingin menikmati mandi air panas di Lau Debu-debu, sumber air belerang panas alami yang terdapat di tanah Menjuah-juah tersebut. Namun, khawatir akan gempa dan suhu yang meningkat akibat masih sering terjadi erupsi kecil dan muntahan debu gunung Sinabung (Oh ya, Sinabung merupakan satu dari dua gunung yang terdapat di Karo. Satu lainnya adalah gunung Sibayak yang menghasilkan air jernih, salah satu sumber air kemasan Aqua di negeri ini. Yep nama mata air di gunung Sibayak tersebut adalah mata air Doulu) akhirnya aku mengubah rencanaku. Membatalkan mandi di Lau Debu-debu, dan memilih mengunjungi beberapa desa di kawasan wisata Gundaling, satu dari desa yang terdapat di dataran tinggi Karo.

 Menuju desa Gundaling, kami melewati pusat kota Berastagi. Kondisi geografis berbukit membuat suhu di kawasan ini dingin. Tak hanya itu, semua tumbuhannya dipenuhi abu putih. Yep, kami melihat debu vulkanik di setiap tanaman yang kami lewati di Berastagi.

Tujuan pertama kami di Gundaling yaitu menuju desa Silangit Sinembah. Mengunjungi tempat pembiakan, pemerahan dan produksi susu sapi dilakukan. Melewati jalan tanah diantara kebun strawberry dan kebun bawang diatas, serta kebun sayur dan perkampungan penduduk di bawah, kami memasuki kawasan Gundaling Farm di sebelah kanan, 50 meter dari lokasi pastoran gereja Katolik.

Gundaling Farm, pasteurisasi susu sapi lokal di Berastagi bersama dua sepupu Lidia dan Esra Bella.

Sebelum kami, sudah ramai pengunjung lain. Membayangkan akan diajak berkeliling oleh local guide Gundaling Farm seperti yang dilakukan di pabrik pasteurisasi Cimory di Jawa Barat. Nyatanya tidak. Kami sampai, dari parkiran yang hanya berjarak 5 meter dari besi pembatas kandang sapi besar beratap biru. Di atas besi pembatas tersebut ada tulisan DILARANG MASUK. Ah elaaaah.. padahal ingin lebih dekat, berkenalan dengan si sapi pemilik nama The Greatest SUSU tersebut. Hiks

Hanya sampai di besi pembatas ini. Di kejauhan, para sapi perah itu dikasih makan rumput.


Batallah aku melihat cara mereka makan rumput, memamah biak, cara perah susu mereka, cara susu murni diolah menjadi susu dengan berbagai rasa, dipasteurisasi menjadi yogurt, pencampuran rasa buah lokal, hingga dikemas, lalu dijual kepada pembeli yang berkunjung. BATAL..batallah aku.. (Sambil diiringi lagu Betapa Malangnya Nasibku dong plissss).

Yogurt rasa Blueberry hasil pasteurisasi lokal yang diproduksi PT Putra Indo Mandiri Sejahtera di Berastagi. Nyummi seger nikmat.
 Tapi ya sudahlah.. menaiki tangga, melepas lelah di pondok. Lalu mengikuti antrian pembeli yang memesan susu atau pun yogurt. Di Pasteurisasi Gundaling Farm ini, kita bisa menikmati susu segar dan yogurt segar dengan harga terjangkau. Harga susu per cupnya mulai Rp 4 ribu, sedangkan yogurtnya mulai Rp 6 ribu. Kita bisa juga beli yang botolan ukuran per liter mulai harga Rp 20 ribu. Ada beberapa pilihan rasa, yaitu Chocolate, Strawberry dan Mocca untuk susu, serta rasa Vanilla, Strawberry, Blueberry dan Mangga untuk pilihan yogurt. Icip mencicip per cup, baik susu maupun yogurt, aku lebih memilih yogurtnya. Bukan kenapa, karena bagus untuk pencernaan orang yang mau kurus seperti aku ini.. hahaa. (Rekomendasi dari aku: yogurt blueberrynya paling heaven, hingga aku membeli porsi liter-an dan membawanya pulang).

Menurut karyawannya, yogurt ini cuma bertahan 12 jam di luar kulkas karena tanpa pengawet dan bahannya yang masih alami. Sementara kalau disimpan di dalam kulkas, tahan sampai sebulan.

Sambil menikmati susu dan yogurt yang kami pesan, kami pun turun untuk melihat aktivitas para sapi yang akan dipindahkan dari lokasi memamah biak ke ruangan lainnya untuk beristirahat. Puluhan sapi-sapi itu gemuk, bersih dan terawat. Saat berbaris antri dan akan dipindahkan, seluruh mata pengunjung tertuju pada sepasang sapi kasmaran di bagian belakang. Mereka mencoba melakukan (ah terlalu) pendekatan yang intim.. Sontak pengunjung pun tertawa, termasuk si gembala yang mengiring perpindahan mereka. Dalam hatiku, dasar sapi dari Kingdom Animalia, coba mereka dari Human Race udah aku teriakin pake TOA.. hehe


Mengunjungi desa wisata ini, sangat memanjakan mata. Kita bisa melihat secara langsung para petani bergerombol pulang dari kebun mereka di lereng bukit dengan pakaian unik kepala yang ditutupi sarung, kaus, celana yang ditutupi plastik, serta sepatu boot. Tak hanya itu, aktivitas warga sekitar yang menunggu angkutan di pinggir jalan aspal seadaanya yang sempit, serta satu yang paling menarik perhatianku melihat enam orang dalam satu keluarga yang membersihkan (barang kali) ratusan kilo gram wortel yang baru dipanen di pinggir jalan.

Petani Wortel di Desa Silangit Sinembah, Tanah Karo.
Wortel yang baru mereka panen itu sangat segar merah dengan daun hijau yang dipotong. Sangat nikmat sekali, ingin aku langsung memakannya saat itu juga. Mereka mengelompokkannya berdasarkan ukuran. mencucinya dengan air yang sudah dimasukkan ke ember dari tong biru di tengah tenda, satu memotong daun, satunya lagi merendam di ember dan membersihkannya dari sisa tanah, serta yang satunya lagi mengisi ke plastik tembus pandang. Menarik sekali.

Warga disana juga sangat ramah. Saat kami tersesat dan salah jalan menuju Gundaling Farm, kami menanyakan ibu disana. Begini percakapannya:

Sepupu : Bi (sebutan bibi pada umumnya disana) mohon tanya, jalan menuju Pasteurisasi dan peternakan sapi itu darimana?
Bibi: Oh kalian sudah kelewatan nakku, nanti kali harus melewati hotel (apalah namanya lupa), ada simpang persis di samping hotel, nah kalian masuk darisitu, terusss (maksudnya lurus saja,red) saja nanti belok kanan itu.
Me: oh ya, bujur milala bi
Bibi: sama-sama nakku

Kami pun pergi sesuai petunjuknya. Ramah sekali.

Pasar Buah
 Usai menikmati yogurt segar di Gundaling Farm, kami pun melanjutkan perjalanan ke Pasar Buah. Di pasar buah ini, puluhan delman dan kuda siap menjemput kami. Tawaran ramah dari si pemilik delman dan kuda pun kami hiraukan. Kami terlebih dahulu memasuki kawasan pasar buah dan sayur yang segar.

Strawberry dari petani lokal

Kesemek

Di dalam pasarnya sangat tertata rapi. Meski masih tradisional dengan tampa dari anyaman bambu, berpadu dengan keranjang plastik buah, tapi semua buah tertata rapi, pasarnya pun bersih, kering dan nyaman di dalam. Di pasar ini, aku mencoba menikmati buah kesemek atau apel Karo. Oleh penjualnya, buah berabu putih bukan karena ditutupi debu vulkanik, tapi memang sengaja dikasih kapur. Katanya supaya tahan lama dan tidak cepat busuk.

Di pasar ini kami membeli 8 kotak strawberry hanya dengan harga Rp 10 ribu. Langsung dari petaninya juga. "Baru diambil dari ladang ini tadi pagi nakku. Ambil semualah nah," ujarnya.

Pedagang sayur

Di bagian luar pasar ini, jejeran kios penjual oleh-oleh khas Berastagi pun menjamur. Mereka menjajakan aneka kaus khas Berastagi, gelang, dan aneka ukiran dan lain-laing. Puas berkeliling pasar dan mengabadikan aktivitas transaksi penjual di pasar, di terminalnya, kami memilih naik delman. Bayar Rp 30 ribu, kami diajak berkeliling 2 km di pusat kota Berastagi. Dari kejauhan, kami melihat keangkuhan gunung Sibayak, indahnya alam merekan dan aktivitas manusia yang seolah menghiraukan debu dan lebih memilih beraktivitas seolah mereka tak pernah mengalami gempa dahsyat. Tuhan maha besar melindungi tanah Karo ini. ***

Kios penjual souvenir
 PS:Perjalan selalu memiliki cerita sendiri. Setiap kawasan dan daerah baru yang ditawarkan punya warna sendiri. Mungkin perjalananku, bukan bagian dari perjalananmu, tapi dengan menuliskan cerita, kita telah sama-sama menjadikan perjalanan itu menjadi sebuah kenangan tersendiri.


All Love
COS,

Berastagi,
Minggu,21 Juni 2015

5 comments :

  1. Ya ampuuun sayur dan buahnya murah melimpah. Susu sama yoghurtnya murah juga. Dulu pernah ke Berastagi tapi nggak sempat ke Gundalingnya.

    ReplyDelete
  2. Aku suka yogurt.... trus stroberinya ituuuu bikin ngiler. Pengen banget ke Berastagi...

    ReplyDelete
  3. Aku suka yogurt.... trus stroberinya ituuuu bikin ngiler. Pengen banget ke Berastagi...

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  5. kak Lina : Iyaaaaa... murah2 banget disana, dan segar-segarrrr..

    mba Dian: Yuk kesana lagi mba... hehe

    ReplyDelete

Designed by catatan traveler | Distributed by catatan traveler